HomeEBOOKS AM*EBOOKS LS*EBOOKS ED*EBOOKS LG*EBOOKS GN**ARTICLES**JADWAL KULIAH.2011/2012**VIDEO WordLinx - Get Paid To Click free counters

Minggu, 28 Agustus 2011

PRIA, MASKULINITAS DAN BAHASA

Masalah Pria dan Maskulinitas.
Penelitian ini berfokus pada penyelidikan bagaimana orang menggunakan bahasa untuk mengeksperisikan gender, bagaimana pengaruh gender terhadap pemilihan kata dalam mereka berbicara, bagaimana bahasa yang mereka terima.Hampir seluruh segi bahasa berhubungan erat dengan gender dari bagian suara terkecil sampai strategi-strategi wacana secara luas.
Sebuah temuan dari bidang bahasa dan studi gender mengikuti Lakoff’s (1975) bahasa dan Tempat wanita.Yang berfokus pada bagaimana perempuan menggunakan bahasa dan bagaimana penggunaan bahasa mereka kekal dalam posisi sub ordinatnya di masyarakat.Sejak saat itu terdapat bukti empiris dan komparatif yang sering diklaim sebagai hasil pengujian Lakoff tetapi bahkan dalam studi perbandingan laki-laki bukan menjelaskan gender melainkan menjelaskan tentang perempuan.
Bahasa dan gender disajikan di “school atau teori”.Misalnya pada perbedaan dan dominasi.Dominasi berakar pada semua perbedaan bahasa gender yang berinteraksi antara dominasi laki-laki dan subordinasi perempuan.Perbedaan perspektif dapat dilihat dari perbedaan yang timbul dari perbedaan budaya anak laki-laki dan anak perempuan ketika mereka berusia muda.Dalam hal “perbedaan” seorang peneliti seperti Deborah Tannen merupakan pendukung utama, laki-laki dan perempuan yang salah penertian masalah jenis komunikasi budaya silang dan laki-laki mempunyai tujuan berbeda dibandingkan dengan perempuan.Saat ini, Sebuah pemikiran lebih bernuansa gender dan bahasa telah mengemuka.Bahasa dan gender lebih bersifat kompleks dibandingkan dengan kelompok bahasa.Mengabaikan permasalahan laki-laki dan bahasa merupakan sesuatu karya patriarki.
Pandangan ahli terhadap gender.
Pria dan maskulinas merupakan hal yang berbeda tetapi berhubungan sangat erat.Segala sesuatu yang manusia lakukan tidak maskulin dan semua hal tidak perlu dilakukan oleh laki-laki.Laki-laki biasanya didasarkan pada alat kelamin dan tubuh.Kajantanan merupakan bagian kebiasaan sesuatu yang streotip.Streotip sebagai praktek yang sebenarnya tidak perlu dilakukan oleh orang tertentu yang dikaitkan dengan kejantanan.
Ada banyak cara yang dapat menjadikan laki-laki maskulin yakni:
Maskulinitas bukan sesuatu yang melekat pada laki-laki tetapi itu merupakan perbuatan.Dengan kata lain praktek sosial menjadikan terkait dengan laki-laki .
Ketika berfokus pada laki-laki dan maskulinitas, yang mengarah kepada pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut:
• Apakah praktek-praktek linguistik yang dipahami sebagai maskulin?
• Bagaimana dan mengapa praktek-praktek dilihat sebagai maskulin?
• Bagaimana dan mengapa orang melakukan beberapa hal linguistik berbeda dari perempuan?
• Bagaimana orang menggunakan bahasa untuk menciptakan maskulinitas yang berbeda?
• Mengapa mereka menciptakan yang
• mereka lakukan? dan
• Bagaimana interpretasi kita gunakan bahasa manusia dibentuk oleh mereka gender? Dalam rangka untuk dapat mulai menjawab pertanyaan-pertanyaan ini, sedikit lebih diskusi tentang sifat maskulinitas diperlukan.
Apakah Maskulinitas?
Maskulinitas merupakan asumsi yang dikotomi yang mendasari seluruh sistem gender.Ada dua kategori untuk hal ini yakni : Pria dan Wanita dan maskulinitas dan kewanitaan.
R.W. Connell (1987, 1995) berpendapat bahwa dalam setiap masyarakat ada konsep maskulinitas secara dominan yang disebut juga dengan maskulinitas hegemonik.
Kiesling 2004a, 2005 bahwa ada empat wacana budaya utama tentang maskulinitas di Amerika Serikat yakni:
a. Perbedaan gender adalah wacana yang melihat pria dan wanita secara alami dan pasti berbeda dalam biologi dan perilaku.
b. Heterosexim, yakni maskulin sebagai heteroseksual; untuk maskulin dalam wacana ini yaitu keinginan seksual untuk perempuan bukan untuk laki-laki.Pada bagian artikulasi sangat berperan dalam wacana ini.
c. Dominasi ,yakni identifikasi maskulin lebih dominan, wewenang dan kekuatan.Untuk menjadikan seorang pria yang kuat, berwibawa dan terkendali.
d. Male Solidaritaas, yakni seorang laki-laki memahami aturan yang ingin dilakukan terhadap kelompok laki-laki lain.
Satu alasan kita dapat menemukan wacana dalam budaya mereka yang bersifat abstrak.Abtrak tersebut mempunyai efek membuatnya kesulitan menghubungkan mereka dengan kehidupan dan praktek yang sebenarnya.Konsep model Cultural diperbolehkan kita untuk melakukannya.Model-model budaya sebagai budaya wacana dengan mewakili asumsi tentang bagaimana kita berfikir terhadap dunia sebenarnya.
Jadi Maskulinitas didefinisikan sebagai kinerja sosial yang terkait semiotik laki-laki dan bukan untuk perempuan melalui wacana budaya dan model budaya.
Menghubungkan bahasa dengan identitas sosial.
Hubungan antara fitur linguistik (termasuk aksen, morfosintaksis, kata-kata, dan strategi wacana) dan makna yang tidak denotational (yaitu, kamus) disebut 'indexical meaning.Indexical meaning makna yang timbul karena hubungan antara fitur linguistik dan konteks (s) yang sering digunakan. Misalnya, makna dari istilah deictic yakni di sini atau hari ini bagian dari indexical karena kita harus mengetahui dimana pembicara atau saat mereka berbicara (Aspek konteks penggunaan) untuk memahami makna mereka sepenuhnya. Para indexicals yang ikut bermain dalam bahasa dan gender didasarkan pada aspek yang berbeda dari konteks. Sebuah contoh yang baik adalah nada suara: perempuan memiliki suara lebih tinggi rata-rata dari pria, sehingga pitch yang lebih tinggi biasanya indexical kewanitaan. Dengan demikian, jenis kelamin pembicara adalah aspek konteks penggunaan yang terhubung ke lapangan, sehingga kita bisa mengatakan pitch adalah indexical dari gender.
Pola Bahasa yang digunakan Pria.
Dominan
Fitur yang dituntut untuk berbahasa pria dan maskulin adalah kekuasaan dan hirarki (tingkatan). Dominasi merupakan salah satu wacana budaya maskulinitas, jadi kita akan mengharapkan orang untuk menggunakan fitur linguistik yang menciptakan atau indeks kekuasaan dan dominasi. Ini juga telah menyatakan dan menunjukkan bahwa laki-laki cenderung untuk menggunakan strategi diskursif yang indexical dari hirarkis atau sikap berkuasa atau yang dalam beberapa cara langsung menciptakan sikap mereka (Coates 2002).Namun kita harus hati-hati dalam menentukan makna terhadap fitur linguistik.Salah satu konsep linguistik bahwa bahasa laki-laki mempunyai bahasa yang power bahwa laki-laki menggangu lebih dari perempuan.Mengingat bahwa gangguan bisa menjadi strategi untuk mengklaim dominasi (karena yang satu mencegah pihak yang lain ketika mereka mau berbicara.
Kita tidak boleh membuat semacam generalisasi karena :
a. Masyarakat mendefinisikan menggangu itu berbeda bahkan orang yang sama akan memiliki definisi yang berbeda tergantung dengan jenis pembicaraannya (Pembicaraan dengan orang atau berupa pidato).
b. Banyak studi yang dilakukan untuk menyelidiki fitur diskursif dan gender ini dan hasilnya sangat mencolok dan tidak meyakinkan.
Jadi hanya karena fitur linguistik dapat digunakan untuk membuat dominasi tidak berarti laki-laki menggunakannya lebih sering daripada wanita.Hal ini memungkinkan gaya interaksi dengan gangguan lebih dapat sebagai maskulin, tetapi tidak akan penelitian yang dilakukan pada masalah ini.
Dalam kenyataannya sulit untuk menemukan satu orang yang menggunakan fitur diskursif melebihi dari perempuan.Hampir semua studi yang memberikan perbedaan baik dengan generalisi terbatas atau bertentangan dengan penelitian lain.Ada 2 alasan untuk masalah ini:
a. Indexicality yang bergantung pada konteks nyata dan bebas konteknya terhadap interpretasi ganda dan banyak lagi aspek yang konteknya berbeda selain jenis kelamin pembicara.
b. Tidak adanya kepastian jumlah gangguan yang digunakan tetapi bagaimana sebenarnya ganguan itu dicapai.
Silence berlawanan dengan interrupt (gangguan) : satu cabangnya lagi “space” termasuk percakapan kepada orang lain dalam berbicara.Satu permasalah bahwa pria menggunakan linguistik dengan fitur yang kuat yakni ketidakpastian dan negosiasi makna fitur linguistik.
Banyak cara untuk menjadi kuat yakni dengan cara pengetahuan yang unggul, ancaman dengan kekuatan fisik, tekanan posisi tertinggi dari hirarki dll atau kesemuannya sekaligus.Dengan adanya banyaknya kekuatan sekaligus menjadikan ketidakpastian makna sosial untuk fitur-fitur linguistik.Berarti akan mempermudah membuat generalisasi tentang laki-laki dan maskulinitas dan bahasa daripada membuat tentang “men speech” atau “ masculine language” seperti : kami berharap laki-laki untuk menggunakan pidato dengan menciptakan dominasi dalam beberapa cara, tapi kami tidak bisa menentukan fitur apa tentang laki-laki yang akan digunakan untuk melakukan hal ini, karena fitur linguistik yang sama dapat mengindeks hal yang berbeda tergantung pada konteks.
Pria dapat dibandingkan dengan perempuan oleh orang lain sebagai orang mempunyai wewenang dan kekuasaan sebelum interaksi dimulai.Maksudnya silent seorang pria dapat ditafsirkan sebagai kekuatan, sedangkan silent dari wanita sebagai kelemahan.Perbedaan ini juga berlaku untuk tingkat atau status dalam masyarakat.
Persaingan Wacana
Wacana budaya merupakan kekuataan yang mempengaruhi cara laki-laki berbicara dan mendengar.Tinggi rendahnya derajat seorang laki-laki tergantung situasi dan sikap terhadap pekerjaan.Sikap ini untuk eksperisi keinginan homo sosial tanpa keinginannya secara serius.
Pria dan Kesantunan
Ada sejumlah cara untuk meneliti kesantunan linguistik tetapi yang paling dominan yakni teori kesantunan.Dalam teori ini, pembicara masing-masing mempunyai face.Face itu terdiri dari dua sisi.Positive face dan Negative face. Positive face perlu diakui oleh orang lain.Sedangkan nnegative face yakni kebebasan yang ingin dilakukan tanpa pemaksaan dari orang lain.Dalam teori ini tindak tutur mengancam kepada pembicara dan pendengar, biasanya dapat diatasi dengan berbagai macam strategi kesopanan untuk mengurangi ancaman ini.Bisa juga dengan melakukan tindak tutur tidak langsung dengan cara hanya mengucapkan pernyataan daripada permintaan atau perintah.Misalnya the trash need to be taken out bukan take out the trash.
Strategi lain to membangun face seseorang dengan menghadapinya secara positif.Studi gender dan kesopanan menunjukkan bahwa laki-laki kurang sopan daripada perempuan.Strategi kesopanan dapat terlihat dari percakapan campuran antar gender.

Laki-laki dan pola-pola variasi.
Peneliti bahasa dan gender juga menyelidiki pola variasi dalam pengucapan dan fitur tata bahasa.Secara umum, para peneliti telah menemukan bahwa untuk fitur bahasa yang stabil yakni orang saat ini tidak mengalami perubahan yang terjadi di masyarakat yang diteliti, pria biasanya menunjukkan tingkat penggunaan yang lebih tinggi daripada perempuan yang terkait dengan kelas pekerja dan lebih rendah terkait dengan pendidikan dan standar bahasa.Tetapi ini tidak mutlak terjadi selalu ada banyak pria dan wanita jika dibandingkan secara individual tidak mengikuti pola ini.Sebagian besar penjelasan untuk pola ini difokuskan kepada wanita daripada laki-laki tetapi ada juga penjelasan difokuskan kepada laki-laki salah satunya bahasa daerah.
Semua wacana budaya maskulinitas dapat memberikan penjelasan masalah pola variasi gender dalam tingkat penggunaan untuk vernacular dan standar fonologi dan fitur gramatikal.Ecert menjelaskan bahwa fokusnya kepada perbedaan dan kekuasaan(power) tetapi kami juga membayangkan laki-laki menghindari hal yang berhubungan dengan homoseksual atau dengan cara lain mensugesti bagian-bagian atau hirarki diantara laki-laki (melanggar wacana solidaritas). Masing-masing dapat menjadi bagian dari penjelasan, atau mereka mungkin dalam keadaan tertentu penjelasan utama.
Pola yang kuat dan wacana maskulinitas memberikan kita penjelasan yang cukup untuk mereka. Menggunakan wacana juga dapat membantu studi variasi dan dalam bahasa gender pada masyarakat non-Barat, seperti studi yang dilakukan oleh Haeri (1996) untuk Kairo. Dalam penelitian tersebut, Haeri menemukan bahwa differensiasi yang relevan bukan satu standar vernakular, melainkan satu lagi yang jauh lebih kompleks. Banyak kompleksitas ini harus dilakukan dengan hubungan antara berbagai jenis bahasa Arab di Kairo (Arab Klasik, standar Egytian, dan varietas vernacular Egytian), dan fakta bahasa Arab tersedia untuk laki-laki yang dianggap hanya sesuai untuk laki-laki. Oleh karena itu, Haeri menemukan bahwa dalam masyarakat itu bahwa laki-laki lebih baik daripada perempuan yang berpendidikanketika wanita lebih banyak menggunakan bentuk-bentuk vernakular. Sama seperti pola wacana, ola variasi fonologi dan fiturgramatikal fitur didorong oleh model budaya dan indexicalities dari masyarakat tutur setempat.
Laki-laki,Gosip dan heteroseksualitas
Perhatian utama sekarang terhadap wacana kekuasaan, solidaritas, dan perbedaan, Namun kita belum membahas peran heterosexuality, selain hubungan kompleks untuk pandangan hegemonik solidaritas laki-laki. Cameron (1997), dalam sebuah analisis dari percakapan antara anggota persaudaraan, menunjukkan salah satu cara yang muncul yakni pencaopaian heteroseksualitas. Dia berpendapat bahwa kelompok laki-laki sebenarnya bergosip tentang orang lain yang tidak hadir. Mereka bicara tentang tubuh dan penampilan dan bagaimana penampilan yang membuatnya “look guy” serta menjadikan orang lain sebagai gay, tetapi mereka secara implisit mengklaim mereka tidak melakukannya. Salah satu poin yang membuat Cameron tertarik dalam artikel ini adalah bahwa laki-laki melakukan pekerjaan dengan menggunakan kegiatan pidato (gosip) dan strategi (kerjasama) yang berhubungan dengan kewanitaan., menunjukkan bahwa jika manusia menggunakan fitur linguistik dan strategi dalam wacana cara Feminin.Mereka masih dapat terhubung ke wacana maskulinitas dalam isi pembicaraan mereka. Saya menemukan pola yang sama dalam analisis saya pembentuk heteroseksualitas
Jadi ada variasi yang besar dalam cara laki-laki menggunakan bahasa , pada kenyataannya lebih variasi di antara beberapa jenis laki-laki dari laki-laki dan Perempuan. Namun, pola-pola yang muncul yang menguntungkan dijelaskan melalui wacana budaya maskulinitas. Kita tahu jumlah yang wajar tentang bagaimana pria bicara dan bagaimana rata-rata perebedaan mereka berbicara dari perempuan, Tapi satu hal yang belum diselidiki secara detil adalah bagaimana perbedaan jenis perbicarana laki-laki. Apakah laki-laki yang berbeda dalam hal menekankan model budaya yang berbeda dari maskulinitas, atau bahkan menantang mereka dalam cara mereka berbicara?
Studi awal tentang bahasa dan maskulinitas, laki-laki diasumsikan menjadi orang-orang yang kurang bahasa ekspresif, dan menggunakan bahasa untuk menjadi 'ekspresif' (Sattell 1983). Namun, setelah lebih sedikit dari satu dasawarsa studi bahasa dan maskulinitas, jelas bahwa laki-laki hanya sebagai ekspresif dalam menggunakan bahasa mereka, dan hanya beragam. Perbedaan itu dalam hal ekspresi ini kurang muncul, karena begitu sering norma melawan pembentukan yang ekpresif. Ketika kita mulai mengerti pada keberadaan laki-laki dan wacana and identitas yang membentuk keinginan mereka.Kami menemukan bahwa mereka sangat cerdas dan halus, dan secara aktif membangun identitas mereka seperti halnya orang lain.
Salah satu dari dua isu yang telah diperdebatan gender dan penelitian bahasa yakni perbedaan gender dalam penggunaan bahasa. Bahasa dalam bidang gender telah terjadi perdebatan tentang apakah pertanyaan-pertanyaan dari perbedaan gender patut dicari solusinya.Sebuah masalah tertentu dengan perbedaan penelitian seks adalah kurangnya perhatian mengenai apa aspek kognisi dan perilaku yang membedakan antara perempuan dan laki-laki. Salah satu saran yakni inextricability esensial (baik biologis maupun sosial dan terbentuk dalam perbedaan sosial.Berbagai alasan mengapa resolusi memuaskan untuk pertanyaan perbedaan seks belum tercapai. Perbedaan jenis kelamin dalam kemampuan verbal dan suara sebagai contoh pembahasan yang menggambarkan pola yang lebih umum dalam perbedaan penelitian seks. Meskipun kepercayaan yang populer yang bertentangan, (1988) meta Hyde dan Linn's melakukan analisis studi pada kemampuan verbal yang membuktikan secara umum bahwa perbedaan jenis kelamin kemampuan verbal tidak ada. Studi pada suara telah menemukan bahwa orang mudah dapat mengidentifikasi's gender orang atas dasar pembicaraan mereka, tetapi penelitian belum mampu untuk menutupi apa fitur suara untuk siap diidentifikasi.
Masalah bahasa dan gender, Stokoe (1998, 2000) telah menjadi pelopor utama dari pendekatan analitik percakapan. Stokoe mendukung pergeseran konstruksionis untuk studi gender dan bahasa tetapi berpendapat bahwa beberapa hal baru mengacaukan posisi konstruksionis dengan esensialisme gender. Stokoe berpendapat bahwa penelitian seperti itu.Coates's () 1996 women talk menjadi bermasalah karena menggunakan gagasan konstruksionis dari gender tetapi terus menjadikan posisinya esensialis. Cara wanita berbicara diidentifikasi sebagai menjadikan dirinya seorang wanita.Maskulinitas dan feminimitas bertumpu pada asumsi dari dua jenis kelamin.
Stokoe menyarankan bahwa data percakapan hanya dianalisis sebagai maskulin atau feminine karena anggota peneliti harus menguasai budaya dan mengetahui apa pembicaraan dapat ditemukan. Penelitian yang mengasumsikan bahwa ketika wanita berbicara menjadikan feminine dan ketika orang bicara mereka melakukan maskulinitas efektif membuat pengertian tentang perbedaan gender dalam berbicara, karena setiap komentar yang memperlakukan perempuan dan laki-laki sebagai kelompok kategorial yang berbeda memperkuat polarisasi gender.
Stokoe (1998, 2000) membatasi analisisnya tentang gender dan bahasa hanya selama interaksi saat gender sebagai topik utama. Tentang masalah bahasa bias, Speer dan Potter (2000), misalnya, menggunakan pendekatan diskursif untuk memeriksa heteroseksisme dalam bahasa. Setelah analitik mentalitas percakapan mereka dihindari dengan asumsi mereka tahu apa bahasa heterosexist itu dan hanya diinterogasi apa pembicara berorientasi sebagai bias. Analisis mereka mengidentifikasi perangkat retoris beberapa yang memiliki fungsi ganda.
Sebuah gender konvensional dan pendekatan bahasa akan melibatkan kode percakapan untuk penggunaan fitur linguistik tertentu dan pengujian untuk perbedaan jenis kelamin. Namun, menggunakan analitik mentalitas percakapan saya pilih hanya percakapan di mana gender terbukti relevan dengan anak-anak. Percakapan yang dipilih menunjukkan jenis bagian yang diidentifikasi oleh Hopper dan LeBaron (1998). Selain itu tampak bahwa setiap kali anak-anak itu melihat jenis kelamin itu maka terbentuk atau norma-norma gender.
Masalah Gender sangat relevan untuk memahami struktur dan arti dari setiap interaksi sosial. Dengan demikian masalah yang berkelanjutan bagi para peneliti bahasa feminis adalah masalah kapan, dimana dan bagaimana cara mengimpor pengetahuan budaya tentang gender dalam analisis interaksi.Perbedaan konseptual antara stereotip dan gender nyata dalam speech yang bermasalah. Perbedaan antara speech perempuan dan laki-laki mungkin ada, tapi apa yang membedakan speech perempuan dari laki-laki tidak bisa direduksi menjadi satu set sederhana atau bahkan fitur kompleks.
Sebuah aspek dari penggunaan bahasa yang sangat terkait dengan variabel identitas sosial seperti variasi gender dalam variasi. Feminis dalam penelitian sosiolinguistik tentang gender dan bahasa berubah dari hubungan essensial dan Universal antara identitas gender dan bahasa ke pembentukan gender melalui komunitas lokal dari praktek.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar