PENDAHULUAN
Landasan Teori Perkembangan Kognitif (Jean Piaget)
Piaget mengembangkan teori
perkembangan kognitif yang cukup dominan selama beberapa dekade. Dalam teorinya
Piaget membahas pandangannya tentang bagaimana anak belajar. Menurut Jean
Piaget, dasar dari belajar adalah aktivitas anak bila ia berinteraksi dengan
lingkungan sosial dan lingkungan fisiknya. Pertumbuhan anak merupakan suatu
proses sosial. “Anak tidak berinteraksi
dengan lingkungan fisiknya sebagai suatu individu terikat, tetapi sebagai
bagian dari kelompok sosial. Akibatnya lingkungan sosialnya berada diantara
anak dengan lingkungan fisiknya. Interaksi anak dengan orang lain memainkan
peranan penting dalam mengembangkan pandangannya terhadap alam”. Melalui
pertukaran ide-ide dengan orang lain, seorang anak yang tadinya memiliki
pandangan subyektif terhadap sesuatu yang diamatinya akan berubah pandangannya
menjadi obyektif sesuai tingkatan umurnya.
Aktivitas mental anak terorganisasi dalam suatu struktur kegiatan mental yang
disebut ”skema/rangkaian” tahap pemikiran atau pola tingkah laku. Dalam
perkembangan intelektual anak ada tiga hal penting yang menjadi perhatian
Piaget yaitu struktur, isi dan fungsi (Piaget , 1988: 61 ; Turner, 1984: 8).
- Struktur, Piaget memandang ada hubungan fungsional antara tindakan fisik, tindakan mental dan perkembangan logis anak-anak. Tindakan (action) menuju pada operasi-operasi dan operasi-operasi menuju pada perkembangan struktur-struktur.
- Isi, merupakan pola perilaku anak yang khas yang tercermin pada respon yang diberikannya terhadap berbagai masalah atau situasi yang dihadapinya.
- Fungsi, adalah cara yang digunakan organisme untuk membuat kemajuan intelektual. Menurut Piaget perkembangan intelektual didasarkan pada dua fungsi yaitu organisasi dan adaptasi. Organisasi memberikan pada organisme kemampuan untuk mengestimasikan atau mengorganisasi proses-proses fisik atau psikologis menjadi sistem-sistem yang teratur dan berhubungan. Adaptasi, terhadap lingkungan dilakukan melalui dua proses yaitu asimilasi dan akomodasi.
Asimilasi
adalah proses kognitif dimana seseorang mengintegrasikan persepsi, konsep
ataupun pengalaman baru ke dalam skema atau pola yang sudah ada dalam
pikirannya. Asimilasi dipandang sebagai suatu proses kognitif yang menempatkan
dan mengklasifikasikan kejadian atau rangsangan baru dalam skema yang telah
ada. Proses asimilasi ini berjalan terus. Asimilasi tidak akan menyebabkan
perubahan/pergantian skemata melainkan perkembangan skemata. Asimilasi adalah
salah satu proses individu dalam mengadaptasikan dan mengorganisasikan diri
dengan lingkungan baru pengertian orang itu berkembang.
Akomodasi.
Dalam menghadapi rangsangan atau pengalaman baru seseorang tidak dapat
mengasimilasikan pengalaman yang baru dengan skemata yang telah dipunyai.
Pengalaman yang baru itu bisa jadi sama sekali tidak cocok dengan skema yang
telah ada. Dalam keadaan demikian orang akan mengadakan akomodasi. Akomodasi
tejadi untuk membentuk skema baru yang cocok dengan rangsangan yang baru atau
memodifikasi skema yang telah ada sehingga cocok dengan rangsangan itu. Bagi
Piaget adaptasi merupakan suatu kesetimbangan antara asimilasi dan akomodasi.
Bila dalam proses asimilasi seseorang tidak dapat mengadakan adaptasi terhadap
lingkungannya maka terjadilah ketidakseimbangan (disequilibrium). Akibat ketidakseimbangan itu maka terjadilah
akomodasi dan struktur kognitif yang ada akan mengalami perubahan atau
munculnya struktur yang baru. Pertumbuhan intelektual ini merupakan proses
terus menerus tentang keadaan ketidakseimbangan dan keadaan setimbang
(disequilibrium-equilibrium). Tetapi bila terjadi kesetimbangan maka individu
akan berada pada tingkat yang lebih tinggi daripada sebelumnya.
PEMBAHASAN
Beberapa Konsep dalam Teori Piaget.
Ada beberapa konsep yang perlu
dimengerti agar lebih mudah memahami teori perkembangan kognitif atau teori
perkembangan Piaget, yaitu;
- Intelegensi. Piaget mengartikan intelegensi secara lebih luas, juga tidak mendefinisikan secara ketat. Ia memberikan definisi umum yang lebih mengungkap orientasi biologis. Menurutnya, intelegensi adalah suatu bentuk ekuilibrium kearah mana semua struktur yang menghasilkan persepsi, kebiasaan, dan mekanisme sensiomotor diarahkan. (Piaget dalam DR. P. Suparno,2001:19).
- Organisasi. Organisasi adalah suatu tendensi yang umum untuk semua bentuk kehidupan guna mengintegrasikan struktur, baik yang psikis ataupun fisiologis dalam suatu sistem yang lebih tinggi.
- Skema. Skema adalah suatu struktur mental seseorang dimana ia secara intelektual beradaptasi dengan lingkungan sekitarnya. Skema akan beradaptasi dan berubah selama perkembangan kognitif seseorang.
- Asimilasi. Asimilasi adalah proses kognitif dimana seseorang mengintegrasikan persepsi, konsep atau pengalaman baru kedalam skema atau pola yang sudah ada dalam pikirannya.
- Akomodasi.Akomodasi adalah pembentukan skema baru atau mengubah skema lama sehingga cocok dengan rangsangan yang baru, atau memodifikasi skema yang ada sehingga cocok dengan rangsangan yang ada.
- Ekuilibrasi. Ekuilibrasi adalah keseimbangan antara asimilasi dan akomodasi sedangkan diskuilibrasi adalah keadaan dimana tidak seimbangnya antara proses asimilasi dan akomodasi, ekuilibrasi dapat membuat seseorang menyatukan pengalaman luar dengan struktur dalamnya.
Tahap Perkembangan Kognitif
Menurut Piaget, tahap perkembangan
inteluektual anak secara kronologis terjadi 4 tahap. Urutan tahap-tahap ini
tetap bagi setiap orang, akan tetapi usia kronologis memasuki setiap tahap
bervariasi pada setiap anak. Keempat tahap dimaksud adalah sebagai berikut:
# Tahap sensori-motor :
umur 0 – 2 tahun.
(Ciri pokok perkembangannya anak
mengalami dunianya melalui gerak dan inderanya serta mempelajari permanensi
obyek)
Tahap paling awal perkembangan
kognitif terjadi pada waktu bayi lahir sampai sekitar berumur 2 tahun. Tahap
ini disebut tahap sensorimotor oleh Piaget. Pada tahap sensorimotor,
intelegensi anak lebih didasarkan pada tindakan inderawi anak terhadapt
lingkungannya, seperti melihat, meraba, menjamak, mendengar, membau dan
lain-lain.
Pada tahap sensorimotor, gagasan
anak mengenai suatu benda berkembang dari periode “belum mempunyai gagasan”
menjadi “ sudah mempunyai gagasan”. Gagasan mengenai benda sangat berkaitan
dengan konsep anak tentang ruang dan waktu yang juga belum terakomodasi dengan
baik. Struktur ruang dan waktu belum jelas dan masih terpotong-potong, belum
dapat disistematisir dan diurutkan dengan logis.
Menurut Piaget, mekanisme
perkembangan sensorimotor ini menggunakan proses asimilasi dan akomodasi.
Tahap-tahap perkembangan kognitif anak dikembangkan dengan perlahan-lahan
melalui proses asimilasi dan akomodasi terhadap skema-skema anak karena adanya
masukan, rangsangan, atau kontak dengan pengalaman dan situasi yang baru.
Piaget
membagi tahap sensori-motor dalam enam periode, yaitu:
Periode 1 : Refleks (umur 0 – 1
bulan)
Periode paling awal tahap
sensorimotor adalah periode refleks. Ini berkembang sejak bayi lahir sampai
sekitar berumur 1 bulan. Pada periode ini, tingkah laku bayi kebanyak bersifat
refleks, spontan, tidak disengaja, dan tidak terbedakan. Tindakan seorang bayi
didasarkan pada adanya rangsangan dari luar yang ditanggapi secara refleks.
Periode 2 : Kebiasaan (umur 1 – 4
bulan)
Pada periode perkembangan ini, bayi
mulai membentuk kebiasan-kebiasaan pertama. Kebiasaan dibuat dengan
mencoba-coba dan mengulang-ngulang suatu tindakan. Refleks-refleks yang dibuat
diasimilasikan dengan skema yang telah dimiliki dan menjadi semacam kebiasaan,
terlebih dari refleks tersebut menghasilkan sesuatu. Pada periode ini, seorang
bayi mulai membedakan benda-benda di dekatnya. Ia mulai mengaakan diferensiasi
akan macam-macam benda yang dipegangnya. Pada periode ini pula, koordinasi
tindakan bayi mulai berkembang dengan penggunaan mata dan telinga. Bayi mulai
mengikuti benda yang bergerak dengan matanya. Ia juga mulai menggerakkan kepala
kesumber suara yang ia dengar. Suara dan penglihatan bekerja bersama. Ini
merupakan suatu tahap penting untuk menumbuhkan konsep benda.
Periode 3 : Reproduksi kejadian yang
menarik (umur 4 – 8 bulan)
Pada periode ini, seorang bayi mulai
menjamah dan memanipulasi objek apapun yang ada di sekitarnya (Piaget dan
Inhelder 1969). Tingkah laku bayi semakin berorientasi pada objek dan kejadian
di luar tubuhnya sendiri. Ia menunjukkan koordinasi antara penglihatan dan rasa
jamah. Pada periode ini, seorang bayi juga menciptakan kembali
kejadian-kejadian yang menarik baginya. Ia mencoba menghadirkan dan mengulang
kembali peristiwa yang menyenangkan diri (reaksi sirkuler sekunder). Piaget
mengamati bahwa bila seorang anak dihadapkan pada sebuah benda yang dikenal,
seringkali hanya menunjukkan reaksi singkat dan tidak mau memperhatikan agak
lama. Oleh Piaget, ini diartikan sebagai suatu “pengiaan” akan arti benda itu
seakan ia mengetahuinya.
Periode 4 : Koordinasi Skemata (umur
8 – 12 bulan)
Pada periode ini, seorang bayi mulai
membedakan antara sarana dan hasil tindakannya. Ia sudah mulai menggunakan
sarana untuk mencapai suatu hasil. Sarana-sarana yang digunakan untuk mencapai
tujuan atau hasil diperoleh dari koordinasi skema-skema yang telah ia ketahui.
Bayi mulai mempunyai kemampuan untuk menyatukan tingkah laku yang sebelumnya
telah diperoleh untuk mencapai tujuan tertentu. Pada periode ini, seorang bayi
mulai membentuk konsep tentang tetapnya (permanensi) suatu benda. Dari
kenyataan bahwa dari seorang bayi dapat mencari benda yang tersembunyi, tampak
bahwa ini mulai mempunyaikonsep tentang ruang.
Periode 5 : Eksperimen (umur 12 – 18
bulan)
Unsur pokok pada perode ini adalah
mulainya anak memperkembangkan cara-cara baru untuk mencapai tujuan dengan cara
mencoba-coba (eksperimen) bila dihadapkan pada suatu persoalan yang tidak
dipecahkan dengan skema yang ada, anak akan mulai mecoba-coba dengan Trial
and Error untuk menemukan cara yang baru guna memecahkan persoalan tersebut
atau dengan kata lain ia mencoba mengembangkan skema yang baru. Pada periode
ini, anak lebih mengamati benda-benda disekitarnya dan mengamati bagaimana
benda-benda di sekitarnya bertingkah laku dalam situasi yang baru. Menurut
Piaget, tingkah anak ini menjadi intelegensi sewaktu ia menemukan kemampuan
untuk memecahkan persoalan yang baru. Pada periode ini pula, konsep anak akan benda
mulai maju dan lengkap. Tentang keruangan anak mulai mempertimbangkan
organisasi perpindahan benda-benda secara menyeluruh bila benda-benda itu
dapat dilihat secara serentak.
Periode Refresentasi (umur 18 – 24
bulan)
Periode ini adalah periode terakhir
pada tahap intelegensi sensorimotor. Seorang anak sudah mulai dapat menemukan
cara-cara baru yang tidak hanya berdasarkan rabaan fisis dan eksternal, tetap
juga dengan koordinasi internal dalam gambarannya. Pada periode ini, anak
berpindah dari periode intelegensi sensori motor ke intelegensi refresentatif.
Secara mental, seorang anak mulai dapat menggambarkan suatu benda dan kejadian,
dan dapat menyelesaikan suatu persoalan dengan gambaran tersebut. Konsep benda
pada tahap ini sudah maju, refresentasi ini membiarkan anak untuk mencari dan
menemukan objek-objek yang tersembunyi. Sedangkan konsep keruangan, anak mulai
sadar akan gerakan suatu benda sehingga dapat mencarinya secara masuk akal bila
benda itu tidak kelihatan lagi.
Karakteristik anak yang berada
pada tahap ini adalah sebagai berikut:
a) Berfikir melalui
perbuatan (gerak)
b) Perkembangan
fisik yang dapat diamati adalah gerak-gerak refleks sampai ia dapat berjalan
dan bicara.
c) Belajar mengkoordinasi
akal dan geraknya.
d) Cenderung intuitif
egosentris, tidak rasional dan tidak logis.
Tahap Pra operasional
: umur 2 -7 tahun.
(Ciri pokok perkembangannya adalah
penggunaan symbol/bahasa tanda dan konsep intuitif)
Istilah “operasi” di sini adalah
suatu proses berfikir logik, dan merupakan aktivitas sensorimotor. Dalam tahap
ini anak sangat egosentris, mereka sulit menerima pendapat orang lain. Anak
percaya bahwa apa yang mereka pikirkan dan alami juga menjadi pikiran dan
pengalaman orang lain. Mereka percaya bahwa benda yang tidak bernyawa mempunyai
sifat bernyawa.
Tahap pra operasional ini dapat
dibedakan atas dua bagian. Pertama, tahap pra konseptual (2-4 tahun), dimana
representasi suatu objek dinyatakan dengan bahasa, gambar dan permainan
khayalan. Kedua, tahap intuitif (4-7 tahun). Pada tahap ini representasi suatu
objek didasarkan pada persepsi pengalaman sendiri, tidak kepada penalaran.
Karakteristik anak pada tahap ini
adalah sebagai berikut:
a) Anak
dapat mengaitkan pengalaman yang ada di lingkungan bermainnya dengan pengalaman
pribadinya, dan karenanya ia menjadi egois. Anak tidak rela bila barang
miliknya dipegang oleh orang lain.
b) Anak
belum memiliki kemampuan untuk memecahkan masalah-masalah yang membutuhkan
pemikiran “yang dapat dibalik (reversible).” Pikiran mereka masih bersifat
irreversible.
c) Anak
belum mampu melihat dua aspek dari satu objek atau situasi sekaligus, dan belum mampu bernalar (reasoning) secara
individu dan deduktif.
d) Anak
bernalar secara transduktif (dari khusus ke khusus). Anak juga belum mampu
membedakan antara fakta dan fantasi. Kadang-kadang anak seperti berbohong. Ini
terjadi karena anak belum mampu memisahkan kejadian sebenarnya dengan imajinasi
mereka.
e) Anak belum memiliki
konsep kekekalan (kuantitas, materi, luas, berat dan isi).
f) Menjelang
akhir tahap ini, anak mampu memberi alasan mengenai apa yang mereka percayai.
Anak dapat mengklasifikasikan objek ke dalam kelompok yang hanya mempunyai satu
sifat tertentu dan telah mulai mengerti konsep yang konkrit.
Tahap operasi kongkret
: umur 7 – 11/12 tahun.
(Ciri pokok perkembangannya anak
mulai berpikir secara logis tentang kejadian-kejadian konkret)
Tahap operasi konkret (concrete
operations) dicirikan dengan perkembangan sistem pemikiran yang didasarkan
pada aturan-aturan tertentu yang logis. Anak sudah memperkembangkan
operasi-oprasi logis. Operasi itu bersifat reversible, artinya dapat dimengerti
dalam dua arah, yaitu suatu pemikiran yang dapat dikemblikan kepada awalnya
lagi. Tahap opersi konkret dapat ditandai dengan adanya sistem operasi
berdasarkan apa-apa yang kelihatan nyata/konkret.
Ciri-ciri operasi konkret yang lain,
yaitu:
- Adaptasi dengan gambaran yang menyeluruh. Pada tahap ini, seorang anak mulai dapat menggambarkan secara menyeluruh ingatan, pengalaman dan objek yang dialami. Menurut Piaget, adaptasi dengan lingkungan disatukan dengan gambaran akan lingkunganitu.
- Melihat dari berbagai macam segi. Anak mpada tahap ini mulai mulai dapat melihat suatu objek atau persoalan secara sediki menyeluruh dengan melihat apek-aspeknya. Ia tidak hanya memusatkan pada titik tertentu, tetapi dapat bersam-sam mengamati titik-titik yang lain dalam satu waktu yang bersamaan.
- Seriasi Proses seriasi adalah proses mengatur unsur-unsur menurut semakin besar atau semakin kecilnya unsur-unsur tersebut. Menurut Piaget , bila seorang anak telah dapat membuat suatu seriasi maka ia tidak akan mengalami banyak kesulitaan untuk membuat seriasi selanjutnuya.
- Klasifikasi Menurut Piaget, bila anak yang berumur 3 tahun dan 12 tahun diberi bermacam-maam objek dan disuruh membuat klasifikasi yang serupa menjadi satu, ada beberapa kemungkinan yang terjadi.
- Bilangan. Dalam percobaan Piaget, ternyata anak pada tahap praoperasi konkret belum dapat mengerti soal korespondensi satu-satu dan kekekalan, namun pada tahap tahap operasi konkret, anak sudah dapat mengerti soal karespondensi dan kekekalan dengan baik. Dengan perkembangan ini berarti konsep tentang bilangan bagi anak telah berkembang.
- Ruang, waktu, dan kecepatan. Pada umur 7 atau 8 tahun seorang anak sudah mengerti tentang urutan ruang dengan melihat intervaj jarak suatu benda. Pada umur 8 tahun anak sudan sudah sapat mengerti relasi urutan waktu dan jug akoordinasi dengamn waktu, dan pada umur 10 atau 11 tahun, anak sadar akan konsep waktu dan kecepatan.
- Probabilitas. Pada tahap ini, pengertian probabilitas sebagai suatu perbandingan antara hal yang terjadi dengan kasus-kasus yang mulai terbentuk.
- Penalaran. Dalam pembicaraan sehari-hari, anak pada tahap ini jarang berbicara dengan suatu alasan,tetapi lebih mengatakan apa yang terjadi. Pada tahap ini, menurut Piaget masih ada kesulitan dalam melihat persoalan secara menyeluruh.
- Egosentrisme dan Sosialisme. Pada tahap ini, anak sudah tidak begitu egosentris dalam pemikirannya. Ia sadar bahwa orang lain dapat mempunyai pikiran lain.
Tahap operasi formal:
umur 11/12 ke atas.
(Ciri pokok perkembangannya adalah
hipotesis, abstrak, dan logis)
Tahap operasi formal (formal
operations) merupakan tahap terakhir dalam perkembangan kognitif menurut
Piaget. Pada tahap ini, seorang remaja sudah dapat berpikir logis,
berpikir dengan pemikiran teoritis formal berdasarkan proposisi-proposisi dan
hipotesis, dan dapat mengambil kesimpulan lepas dari apa yang dapat diamati
saat itu. Cara berpikir yang abstrak mulai dimengerti.
Sifat pokok tahap operasi formal
adalah pemikiran deduktif hipotesis, induktif sintifik, dan abstrak reflektif.
# Pemikiran Deduktif Hipotesis
Pemikiran deduktif adalah pemikiran
yang menarik kesimpulan yang spesifik dari sesuatu yang umum. Kesimpulan benar
hanya jika premis-premis yang dipakai dalam pengambilan keputusan benar. Alasan
deduktif hipotesis adalah alasan/argumentasi yang berkaitan dengan kesimpulan
yang ditarik dari premis-premis yang masih hipotetis. Jadi, seseorang yang
mengambil kesimpulan dari suatu proposisi yang diasumsikan, tidak perlu
berdasarkan dengan kenyataan yang real.
Dalam pemikiran remaja, Piaget dapat
mendeteksi adaanya pemikiran yang logis, meskipun para remaja sendiri pada
kenyataannya tidak tahu atau belum menyadari bahwa cara berpikir mereka itu
logis. Dengan kata lain, model logis itu lebih merupakan hasil kesimpulan
Piaget dalam menafsirkan ungkapan remaja, terlepas dari apakah para remaja
sendiri tahu atau tidak.
# Pemikiran Induktif Sintifik
Pemikiran induktif adalah
pengambilan kesimpulan yang lebih umum berdasarkan kejadian-kejadian yang
khusus. Pemikiran ini disebut juga dengan metode ilmiah. Pada tahap pemikiran
ini, anak sudah mulai dapat membuat hipotesis, menentukan eksperimen,
menentukan variabel control, mencatat hasi, dan menarik kesimpulan. Disamping
itu mereka sudah dapat memikirkan sejumlah variabel yang berbeda pada waktu
yang sama.
# Pemikiran Abstraksi Reflektif
Menurut Piaget, pemikiran analogi
dapat juga diklasifikasikan sebagai abstraksi reflektif karena pemikiran itu
tidak dapat disimpulkan dari pengalaman.
Teori Pengetahuan
Berdasarkan pengalamannya sejak masa
kanak-kanak, Piaget berkesimpulan bahwa setiap makhluk hidup memang perlu
beradaptasi dengan lingkungannya untuk dapat melestarikan kehidupannya. Manusia
adalah makhluk hidup, maka manusia juga harus beradaptasi dengan lingkungannya.
Berdasarkan hal ini, Piaget beranggapan bahwa perkembangan pemikiran manusia
mirip dengan perkembangan biologis, yaitu perlu beradaptasi dengan
lingkungannya. Piaget sendiri menyatakan bahwa teori pengetahuannya adalah
teori adaptasi pikiran ke dalam suatu realitas, seperti organisme yang
beradaptasi dengan lingkungannya.
Teori Adaptasi Piaget
Menurut Piaget, mengerti adalah
suatu proses adaptasi intelektual dimana pengalaman dan ide baru diinteraksikan
dengan apa yang sudah diketahui untuk membentuk struktur pengertian yang baru.
Setiap orang mempunyai struktur pengetahuan awal (skema) yang berperan sebagai
suatu filter atau fasilitator terhadap berbagai ide dan pengalaman yang baru.
Melalui kontak dengan pengalaman baru,skema dapat dikembangkan dan diubah,
yaitu dengan proses asimilasi dan akomodasi. Skema seseorang selalu
dikembangkan, diperbaharui , bahkan diubah untuk dapat memahami tanyangan
pemikiran dari luar. Proses ini disebut adap[tasi pikiran.
Teori Pengetahuan Piaget
Teori pengetahuan Piaget adalah
teori adaptasi kognitif. Dalam pembentukan pengetahuan , Piaget membedakan tiga
macam pengetahuan, yakni :
- Pengetahuan fisis adalah pengetahuan akan sifat-sifat fisis suatu objek atau kejadian, seperti bentuk, besar, berat, serta bagaimana objek itu berinteraksi dengan yang lain.
- Pengetahuan matematis logis adalah pengetahuan yang dibentuk dengan berpikir tentang pengalaman akan suatu objek atau kejadian tertentu.
- Pengetahuan sosial adalah pengetahuan yang didapat dari kelompok budaya dan sosial yang menyetujui sesuatu secara bersama.
Teori Konstruktivisme
Teori konstruktivisme Piaget
menjelaskan bahwa pengetahuan seseorang adalah bentukan (bentukan) orang itu
sendiri. Proses pembentukan pengetahuan itu terjadi apabila seseorang mengubah
atau mengembangkan skema yang telah dimiliki dalam berhadapan dengan tantangan,
dengan rangsangan atau persoalan.
Teori Piaget seringkali disebut
konstruktivisme personal karena lebih menekankan pada keaktifan pribadi
seseorang dalam mengkonstruksikan pengetahuannya. Terlebih lagi karena Piaget
banyak mengadakan penelitian pada proses seorang anak dalam belajar dan
membangun pengetahuannya.
IMPLIKASI TEORI PIAGET DALAM
PEMBELAJARAN
Teori kognitif dan teori pengetahuan
piaget sangat banyak mempengaruhi bidang pendidikan, terlebih pendidikan
kognitif. Tahap-tahap pemikiran Piaget sudah cukup lama mempengaruhi bagaimana
para pendidik menyusun kurikulum, memilih metode pengajaran dan juga memilih
bahan ajar terutama di sekolah-sekolah.
Maka dari karya besar Piaget tersebut
dapat diimplementasikan pada proses pembelajaran disekolah sesuai dengan teori
perkembangannya itu sendiri. Implementasi pada pembelajaran yang akan diterakan
berikut hanya merupakan bentuk sebagian saja; sebagai contoh yang cocok untuk
pengetahuan dan pengembangan terhadap materi pembelajaran itu sendiri. Tentu
yang terpenting adalah kesesuaian dengan pemilihan model, pendekatan serta
metode dalam pembelajaran terhadap materi ajar.
Berikut contoh pembelajaran berdasar
pada teori Piaget sesuai tahap perkembangan kognitif anak usia sekolah;
Pokok
Bahasan : Bangun
Ruang.
Sub Pokok Bahasan
: 1. Kubus.
- Balok.
- Tabung.
- Prisma.
- Limas.
- Kerucut.
- Bola.
Pembelajaran di tingkat Taman
Kanak-Kanak (TK).
-
Anak-anak baru hanya diperkenalkan dengan bentuk
-
Pembahasan hanya terbatas pada sub pokok bahasan yang terlihat kontekstual
-
Materi kubus cukup pada bentuknya, contoh aplikasi sekitar, serta warna jika
ada.
-
Demikian untuk balok, bola dan yang lainnya dengan konsekuensi siswa mengetahui
nama dan bentuknya saja.
Penjelasan;
Anak usia Taman Kanak-Kanak masuk
kategori pra operasional pada perkembangan teori Piaget. Jadi anak-anak hanya
mampu melihat gambar dan tidak berbentuk penalaran atas pengalamannya sendiri.
Perkembangan
kognisi : prawicara dan prosodik
Pada awal abad ke dua puluh para
peneliti mempelajari bentuk ucapan atau suara yang keluar dari bayi.Mereka
memiliki dua cara berfikir yang berbeda.Satu kelompok ingin menelusuri
perkembangan sistem bahasa yang diucapkan oleh orang dewasa, terutama bahasa
Jerman dan bahasa Inggris (stern and stern 1928; Leopod 1947). sedangkan
kelompok lain meneliti skala terhadap perkembangan kejiwaan bayi dan pada hakekat
berkaitan dengan tingkah laku bayi (cattel 1940; Gesell dan Amatruda 1941 dkk).
Kedua kelompok tersebut tidak memiliki alat yang memadai untuk menggambarkan
tingkah laku bagaimana bayi melakukan ucapan).Setelah mereka melakukan
observasi ternyata hasil penemuan tentang itu sangat sedikit.
Meskipun bertentangan dengan
beberapa bukti yang sudah ada terutama dalam karya Gregoire(1939) perilaku
ucapan anak sebelum bisa berbicara yakni sebuah kegiatan acak sepenuhnya, oleh
karena itu peneliti harus mentaati segala aturan yang telah ditetapkan.Dalam
kegiatan ini telah disebutkan bahwa anak akan menghasilkan semua suara
(Jakobson 1968) juga masalah ini didukung oleh (Osgood 1953, Lenneberd 1962,
Rees 1972).Pandangan ini tidak terus menerus berlaku antara periode artikulasi
dengan menghasilkan kata pertama yang harus mengikuti aturan yang telah
ditetapkan pada aspek secara umum (Jakobson 1968).
Pada hasil karya berikutnya,
Penemuan tentang proses perkembangan perilaku ucapan anak sebelum bisa
berbicara mulai terwujud. Bever 1961 menganalisis kembali data transkripsi,
yang diperoleh oleh Irwin dan rekan-rekannya ditahun 1940 an. Dalam sebuah
kejadian terbesar dan tingkatan perubahan dalam memproduksi fonem setiap bayi.
Bever
membagi tiga periode perkembangan yang berbeda:
a.
Usia 0 sampai 3 bulan.
b.
Usia 4 sampai 11 bulan.
c.
Usia 12 sampai 18 bulan.
Dia memaparkan bahwa ada pola siklus
dari perkembangan bentuk segmental pada setiap periodenya dengan kegiatan
perkembangan sepenuhnya terjadi pada pertengahan periode dan berakhir
setelahnya. Pemerolehan vokal dan konsonan ditemukan berbeda satu sama lainnya
dalam berbagai cara sehingga menyarankan bahwa kegiatan vokal tidak muncul
seperti pada konsonan. Menyuk (1968) mengkaji data yang diperoleh dari Nazima
(1962) menyimpulkan bahwa ciri-ciri khas ucapan bayi yang diteliti oleh
peneliti sama dengan peneliti sebelumnya dalam memproduksi kata anak-anak
Amerika.Hasil data ditemukan hirarki perbedaan bentuk yang menjadi linguistik
secara umum, mungkin tergantung perkembangan dan kapasitas pada anak itu
sendiri.
Pada tahun 1960 an berdasarkan
pandangan Jakobsonian bahwa suara dari semua bahasa keluar dari diri bayi itu
sendiri.Studi ini berkonsentrasi pada faktor-faktor perkembangan bahasa bayi
secara selektif dari fonem yang sesuai untuk dia pelajari.Beberapanya berkaitan
dengan masalah hipotesis tentang imitasi (meniru).Dengan kata lain sebuah
proses hipotesis untuk membentuk fonem bahasa yang diucapkan oleh anak secara
selektif diperkuat oleh orang dewasa dilingkungan dimana dia berada. Wahtler
menemukan ucapan vokal yang keluar dari bayi terjadi pada tahun pertama
kehidupan.Dia menemukan bahwa dengan dukungan yang positif, frekuensi
pengucapan vokal baru yang dilakukan bayi dapat ditingkatkan dengan bantuan
orang tua dan sebaliknya.
2.
Prawicara / Prespeech
Pada tahap ini kita mulai berikan
latihan persepsi pendengaran dengan memperkenalkan bunyi-bunyi bahasa kepada
anak dari berbagai posisi.Apabila tidak ada respon dari anak, maka jangan
terburu-buru menyimpulkan bahwa anak kita tidak mendengar.Anak kita pasti
mendengar stimulasi yang kita berikan.Maka kita harus langsung memberi tahu
kepada anak bunyi yang kita berikan, misalnya:
Stimulus : Suara lonceng 3X
Respon : Tidak ada
Kita
harus memperlihatkan benda yang kita perdengarkan kepada anak bahwa tadi
adalah suara atau bunyi lonceng dan kita
minta anak untuk memegang benda tersebut.Berarti hal ini anak sudah mendapatkan
konsep bahasa “lonceng” melalui tiga sensor.Apabila persepsi pendengaran anak
terhadap bunyi/suara sudah konsisten, maka kita mulai memberi stimulus
bunyi/suara berdasarkan ritme/ketukan, memori perception auditory dsb.
3.
Komponen Fonologi
Dalam masalah kaitan antara konsep
universal dengan pemerolehan fonologi, ahli yang pandangannya sampai kini belum
disanggah orang adalah Roman Jakobson.Dialah yang mengemukakan adanya universal
pada bunyi bahasa manusia dan urutan pemerolehan bunyi berjalan selaras dengan
kodrat bunyi itu sendiri.Bunyi pertama yang keluar waktu anak itu mulai
berbicara adalah kontras antara konsonan dan vokal.Dalam hal vokal, hanya bunyi
/a/, /i/, dan /u/ yang akan keluar duluan.Dari tiga bunyi ini, /a/ akan lebih
dahulu daripada /i/ atau /u/. Mengapa demikian? Sebabnya adalah bahwa ketiga
bunyi ini membentuk apa yang dia namakan Sistem Vokal Minimal (Minimal Vocalic
System): bahasa manapun di dunia ini pasti memiliki minimal tiga vokal ini
(Jacobson 1971: 8 – 20). Dari tiga bunyi ini bunyi /a/ lah yang paling mudah
diucapkan.
Mengenai konsonan Jacobson
mengatakan bahwa kontras pertama yang muncul adalah oposisi antara bunyi oral
dengan bunyi nasal (/p-b/ dan /m-n>/ dan kemudian disusul oleh kontras
antara bilabial dengan dental (/p/ - /t/).Sistem kontras ini dinamakan Sistem
Konsonantal Minimal (Minimal Consonantal System).
Macam dan jumlah bunyi pada bahasa
bisa saja berbeda-beda dari satu bahasa ke bahasa yang lain.Akan tetapi,
hubungan antara satu bunyi dengan bunyi yang lain bersifat universal. Jakobson
mengajukan hukum yang dinamakan Laws of Irreversible Solidarity yang esensinya
dirumuskan sebagai berikut:
(1)
Apabila suatu bahasa memiliki konsonan hambat velar, bahasa tersebut pasti
memiliki konsonan hambat dental dan bilabial. Contoh: Bila bahasa A memiliki
bunyi /k/ dan /g/, bahasa tadi pasti memiliki /t/-/d/ dan /p/-/b/
(2)
Apabila suatu bahasa memiliki konsonan frikatif, bahasa tadi pasti memiliki
konsonan hambat.Contoh: Bila bahasa A memiliki /f/ atau /v/ , bahasa tadi pasti
memiliki /p/-/b/, /t/-/d/ dan /k/-/g/.
(3)
Apabila suatu bahasa memiliki konsonan afrikat, bahasa tadi pasti memiliki
konsonan frikatif dan konsonan hambat contoh: bila bahasa A memiliki /c/-/j/,
bahasa tadi pasti memiliki /s/,/t/, dan /d/.
Hukum ini juga meramalkan urutan
kesukaran masing-masing bunyi. Pada umumnya bunyi yang terletak dibagian depan mulut lebih mudah daripada yang dibagian
belakang mulut.Dengan demikian /p/ dan /b/ adalah lebih mudah daripada /k/ dan
/g/. Apakah kaitan semua ini dengan pemerolehan bahasa? Kaitannya adalah bahwa
bunyi yang dikuasai anak mengikuti urutan universal di atas.Karena /m/ adalah
bilabial dan karenanya mudah, dan karena /a/ adalah juga mudah maka bunyi /m/
dan /a/ akan keluar lebih awal pada ucapan seorang anak.Begitu juga /p/ itulah
sebabnya mengapa kata awal yang keluar pada anak adalah /papa/ atau /mama/ menurut
orang tua diartikan sebagai ayah dan ibu! (Gass dan Salinker 2001:93) Urutan
pemunculan bunyi bersifat genetik dan karena perkembangan biologi manusia itu
tidak sama maka kapan munculnya suatu bunyi tidak dapat diukur dengan tahun
atau bulan kalender.Yang harus dipegang sebagai patokan adalah bahwa suatu
bunyi tidak akan melangkahi bunyi yang lain. Tidak akan ada anak Indonesia yang
sudah dapat mengucapkan /r/ tetapi belum dapat mengucapkan /p/, /g/ dan
/j/.Kapan bunyi-bunyi ini akan muncul berbeda dari satu anak ke anak yang lain.
DAFTAR
PUSTAKA
Dahar Ratna Willis. Prof. Dr. 1988. Teori-Teori
Belajar. Jakarta: P2LPTK. 2001.
Sardiman, AM. 2003. Interaksi dan
Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: PT. Rapgrapindo Persada.
Slameto. 2003. Belajar dan
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhinya. Jakarta: PT, Rineka Cipta.
Paul Suparno. Prof. 2003. Teori
Perkembangan Kognitif Jean Piaget. Yogyakarta: Kanisius.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar