HomeEBOOKS AM*EBOOKS LS*EBOOKS ED*EBOOKS LG*EBOOKS GN**ARTICLES**JADWAL KULIAH.2011/2012**VIDEO WordLinx - Get Paid To Click free counters

Sabtu, 01 Oktober 2011

TEORI PERKEMBANGAN KOGNITIF PRAWICARA PROSODI


PENDAHULUAN
Landasan Teori Perkembangan Kognitif  (Jean Piaget)
Piaget mengembangkan teori perkembangan kognitif yang cukup dominan selama beberapa dekade. Dalam teorinya Piaget membahas pandangannya tentang bagaimana anak belajar. Menurut Jean Piaget, dasar dari belajar adalah aktivitas anak bila ia berinteraksi dengan lingkungan sosial dan lingkungan fisiknya. Pertumbuhan anak merupakan suatu proses sosial. “Anak tidak berinteraksi dengan lingkungan fisiknya sebagai suatu individu terikat, tetapi sebagai bagian dari kelompok sosial. Akibatnya lingkungan sosialnya berada diantara anak dengan lingkungan fisiknya. Interaksi anak dengan orang lain memainkan peranan penting dalam mengembangkan pandangannya terhadap alam”. Melalui pertukaran ide-ide dengan orang lain, seorang anak yang tadinya memiliki pandangan subyektif terhadap sesuatu yang diamatinya akan berubah pandangannya menjadi obyektif sesuai tingkatan umurnya. Aktivitas mental anak terorganisasi dalam suatu struktur kegiatan mental yang disebut ”skema/rangkaian”  tahap pemikiran atau pola tingkah laku. Dalam perkembangan intelektual anak ada tiga hal penting yang menjadi perhatian Piaget yaitu struktur, isi dan fungsi (Piaget , 1988: 61 ; Turner, 1984: 8).
  1. Struktur, Piaget memandang ada hubungan fungsional antara tindakan fisik, tindakan mental dan perkembangan logis anak-anak. Tindakan (action) menuju pada operasi-operasi dan operasi-operasi menuju pada perkembangan struktur-struktur.
  2. Isi, merupakan pola perilaku anak yang khas yang tercermin pada respon yang diberikannya terhadap berbagai masalah atau situasi yang dihadapinya.
  3. Fungsi, adalah cara yang digunakan organisme untuk membuat kemajuan intelektual. Menurut Piaget perkembangan intelektual didasarkan pada dua fungsi yaitu organisasi dan adaptasi. Organisasi memberikan pada organisme kemampuan untuk mengestimasikan atau mengorganisasi proses-proses fisik atau psikologis menjadi sistem-sistem yang teratur dan berhubungan. Adaptasi, terhadap lingkungan dilakukan melalui dua proses yaitu asimilasi dan akomodasi.
Asimilasi adalah proses kognitif dimana seseorang mengintegrasikan persepsi, konsep ataupun pengalaman baru ke dalam skema atau pola yang sudah ada dalam pikirannya. Asimilasi dipandang sebagai suatu proses kognitif yang menempatkan dan mengklasifikasikan kejadian atau rangsangan baru dalam skema yang telah ada. Proses asimilasi ini berjalan terus. Asimilasi tidak akan menyebabkan perubahan/pergantian skemata melainkan perkembangan skemata. Asimilasi adalah salah satu proses individu dalam mengadaptasikan dan mengorganisasikan diri dengan lingkungan baru pengertian orang itu berkembang.
Akomodasi. Dalam menghadapi rangsangan atau pengalaman baru seseorang tidak dapat mengasimilasikan pengalaman yang baru dengan skemata yang telah dipunyai. Pengalaman yang baru itu bisa jadi sama sekali tidak cocok dengan skema yang telah ada. Dalam keadaan demikian orang akan mengadakan akomodasi. Akomodasi tejadi untuk membentuk skema baru yang cocok dengan rangsangan yang baru atau memodifikasi skema yang telah ada sehingga cocok dengan rangsangan itu. Bagi Piaget adaptasi merupakan suatu kesetimbangan antara asimilasi dan akomodasi. Bila dalam proses asimilasi seseorang tidak dapat mengadakan adaptasi terhadap lingkungannya maka terjadilah ketidakseimbangan (disequilibrium). Akibat ketidakseimbangan itu maka terjadilah akomodasi dan struktur kognitif yang ada akan mengalami perubahan atau munculnya struktur yang baru. Pertumbuhan intelektual ini merupakan proses terus menerus tentang keadaan ketidakseimbangan dan keadaan setimbang (disequilibrium-equilibrium). Tetapi bila terjadi kesetimbangan maka individu akan berada pada tingkat yang lebih tinggi daripada sebelumnya.



PEMBAHASAN

Beberapa Konsep dalam Teori Piaget.
Ada beberapa konsep yang perlu dimengerti agar lebih mudah memahami teori perkembangan kognitif atau teori perkembangan Piaget, yaitu;
  1. Intelegensi. Piaget mengartikan intelegensi secara lebih luas, juga tidak mendefinisikan secara ketat. Ia memberikan definisi umum yang lebih mengungkap orientasi biologis. Menurutnya, intelegensi adalah suatu bentuk ekuilibrium kearah mana semua struktur yang menghasilkan persepsi, kebiasaan, dan mekanisme sensiomotor diarahkan. (Piaget dalam DR. P. Suparno,2001:19).
  2. Organisasi. Organisasi adalah suatu tendensi yang umum untuk semua bentuk kehidupan guna mengintegrasikan struktur, baik yang psikis ataupun fisiologis dalam suatu sistem yang lebih tinggi.
  3. Skema. Skema adalah suatu struktur mental seseorang dimana ia secara intelektual beradaptasi dengan lingkungan sekitarnya. Skema akan beradaptasi dan berubah selama perkembangan kognitif seseorang.
  4. Asimilasi. Asimilasi adalah proses kognitif dimana seseorang mengintegrasikan persepsi, konsep atau pengalaman baru kedalam skema atau pola yang sudah ada dalam pikirannya.
  1. Akomodasi.Akomodasi adalah pembentukan skema baru atau mengubah skema lama sehingga cocok dengan rangsangan yang baru, atau memodifikasi skema yang ada sehingga cocok dengan rangsangan yang ada.
  2. Ekuilibrasi. Ekuilibrasi adalah keseimbangan antara asimilasi dan akomodasi sedangkan diskuilibrasi adalah keadaan dimana tidak seimbangnya antara proses asimilasi dan akomodasi, ekuilibrasi dapat membuat seseorang menyatukan pengalaman luar dengan struktur dalamnya.
Tahap Perkembangan Kognitif
Menurut Piaget, tahap perkembangan inteluektual anak secara kronologis terjadi 4 tahap. Urutan tahap-tahap ini tetap bagi setiap orang, akan tetapi usia kronologis memasuki setiap tahap bervariasi pada setiap anak. Keempat tahap dimaksud adalah sebagai berikut:
# Tahap sensori-motor : umur 0 – 2 tahun.
(Ciri pokok perkembangannya anak mengalami dunianya melalui gerak dan inderanya serta mempelajari permanensi obyek)
Tahap paling awal perkembangan kognitif terjadi pada waktu bayi lahir sampai sekitar berumur 2 tahun. Tahap ini disebut tahap sensorimotor oleh Piaget. Pada tahap sensorimotor, intelegensi anak lebih didasarkan pada tindakan inderawi anak terhadapt lingkungannya, seperti melihat, meraba, menjamak, mendengar, membau dan lain-lain.
Pada tahap sensorimotor, gagasan anak mengenai suatu benda berkembang dari periode “belum mempunyai gagasan” menjadi “ sudah mempunyai gagasan”. Gagasan mengenai benda sangat berkaitan dengan konsep anak tentang ruang dan waktu yang juga belum terakomodasi dengan baik. Struktur ruang dan waktu belum jelas dan masih terpotong-potong, belum dapat disistematisir dan diurutkan dengan logis.
Menurut Piaget, mekanisme perkembangan sensorimotor ini menggunakan proses asimilasi dan akomodasi. Tahap-tahap perkembangan kognitif anak dikembangkan dengan perlahan-lahan melalui proses asimilasi dan akomodasi terhadap skema-skema anak karena adanya masukan, rangsangan, atau kontak dengan pengalaman dan situasi yang baru.

Piaget membagi tahap sensori-motor dalam enam periode, yaitu:
Periode 1 : Refleks (umur 0 – 1 bulan)
Periode paling awal tahap sensorimotor adalah periode refleks. Ini berkembang sejak bayi lahir sampai sekitar berumur 1 bulan. Pada periode ini, tingkah laku bayi kebanyak bersifat refleks, spontan, tidak disengaja, dan tidak terbedakan. Tindakan seorang bayi didasarkan pada adanya rangsangan dari luar yang ditanggapi secara refleks.
Periode 2 : Kebiasaan (umur 1 – 4 bulan)
Pada periode perkembangan ini, bayi mulai membentuk kebiasan-kebiasaan pertama. Kebiasaan dibuat dengan mencoba-coba dan mengulang-ngulang suatu tindakan. Refleks-refleks yang dibuat diasimilasikan dengan skema yang telah dimiliki dan menjadi semacam kebiasaan, terlebih dari refleks tersebut menghasilkan sesuatu. Pada periode ini, seorang bayi mulai membedakan benda-benda di dekatnya. Ia mulai mengaakan diferensiasi akan macam-macam benda yang dipegangnya. Pada periode ini pula, koordinasi tindakan bayi mulai berkembang dengan penggunaan mata dan telinga. Bayi mulai mengikuti benda yang bergerak dengan matanya. Ia juga mulai menggerakkan kepala kesumber suara yang ia dengar. Suara dan penglihatan bekerja bersama. Ini merupakan suatu tahap penting untuk menumbuhkan  konsep benda.
Periode 3 : Reproduksi kejadian yang menarik (umur 4 – 8 bulan)
Pada periode ini, seorang bayi mulai menjamah dan memanipulasi objek apapun yang ada di sekitarnya (Piaget dan Inhelder 1969). Tingkah laku bayi semakin berorientasi pada objek dan kejadian di luar tubuhnya sendiri. Ia menunjukkan koordinasi antara penglihatan dan rasa jamah. Pada periode ini, seorang bayi juga menciptakan kembali kejadian-kejadian yang menarik baginya. Ia mencoba menghadirkan dan mengulang kembali peristiwa yang menyenangkan diri (reaksi sirkuler sekunder). Piaget mengamati bahwa bila seorang anak dihadapkan pada sebuah benda yang dikenal, seringkali hanya menunjukkan reaksi singkat dan tidak mau memperhatikan agak lama. Oleh Piaget, ini diartikan sebagai suatu “pengiaan” akan arti benda itu seakan ia mengetahuinya.
Periode 4 : Koordinasi Skemata (umur 8 – 12 bulan)
Pada periode ini, seorang bayi mulai membedakan antara sarana dan hasil tindakannya. Ia sudah mulai menggunakan sarana untuk mencapai suatu hasil. Sarana-sarana yang digunakan untuk mencapai tujuan atau hasil diperoleh dari koordinasi skema-skema yang telah ia ketahui. Bayi mulai mempunyai kemampuan untuk menyatukan tingkah laku yang sebelumnya telah diperoleh untuk mencapai tujuan tertentu. Pada periode ini, seorang bayi mulai membentuk konsep tentang tetapnya (permanensi) suatu benda. Dari kenyataan bahwa dari seorang bayi dapat mencari benda yang tersembunyi, tampak bahwa ini mulai mempunyaikonsep tentang ruang.
Periode 5 : Eksperimen (umur 12 – 18 bulan)
Unsur pokok pada perode ini adalah mulainya anak memperkembangkan cara-cara baru untuk mencapai tujuan dengan cara mencoba-coba (eksperimen) bila dihadapkan pada suatu persoalan yang tidak dipecahkan dengan skema yang ada, anak akan mulai mecoba-coba dengan Trial and Error untuk menemukan cara yang baru guna memecahkan persoalan tersebut atau dengan kata lain ia mencoba mengembangkan skema yang baru. Pada periode ini, anak lebih mengamati benda-benda disekitarnya dan mengamati bagaimana benda-benda di sekitarnya bertingkah laku dalam situasi yang baru. Menurut Piaget, tingkah anak ini menjadi intelegensi sewaktu ia menemukan kemampuan untuk memecahkan persoalan yang baru. Pada periode ini pula, konsep anak akan benda mulai maju dan lengkap. Tentang keruangan anak mulai mempertimbangkan organisasi perpindahan benda-benda  secara menyeluruh bila benda-benda itu dapat dilihat secara serentak.
Periode Refresentasi (umur 18 – 24 bulan)
Periode ini adalah periode terakhir pada tahap intelegensi sensorimotor. Seorang anak sudah mulai dapat menemukan cara-cara baru yang tidak hanya berdasarkan rabaan fisis dan eksternal, tetap juga dengan koordinasi internal dalam gambarannya. Pada periode ini, anak berpindah dari periode intelegensi sensori motor ke intelegensi refresentatif. Secara mental, seorang anak mulai dapat menggambarkan suatu benda dan kejadian, dan dapat menyelesaikan suatu persoalan dengan gambaran tersebut. Konsep benda pada tahap ini sudah maju, refresentasi ini membiarkan anak untuk mencari dan menemukan objek-objek yang tersembunyi. Sedangkan konsep keruangan, anak mulai sadar akan gerakan suatu benda sehingga dapat mencarinya secara masuk akal bila benda itu tidak kelihatan lagi.
Karakteristik anak  yang berada pada tahap ini adalah sebagai berikut:
a)   Berfikir melalui perbuatan (gerak)
b)   Perkembangan fisik yang dapat diamati adalah gerak-gerak refleks sampai ia dapat berjalan dan bicara.
c)  Belajar mengkoordinasi akal dan geraknya.
d)  Cenderung intuitif egosentris, tidak rasional dan tidak logis.
Tahap Pra operasional : umur 2 -7 tahun.
(Ciri pokok perkembangannya adalah penggunaan symbol/bahasa tanda dan konsep intuitif)
Istilah “operasi” di sini adalah suatu proses berfikir logik, dan merupakan aktivitas sensorimotor. Dalam tahap ini anak sangat egosentris, mereka sulit menerima pendapat orang lain. Anak percaya bahwa apa yang mereka pikirkan dan alami juga menjadi pikiran dan pengalaman orang lain. Mereka percaya bahwa benda yang tidak bernyawa mempunyai sifat bernyawa.
Tahap pra operasional ini dapat dibedakan atas dua bagian. Pertama, tahap pra konseptual (2-4 tahun), dimana representasi suatu objek dinyatakan dengan bahasa, gambar dan permainan khayalan. Kedua, tahap intuitif (4-7 tahun). Pada tahap ini representasi suatu objek didasarkan pada persepsi pengalaman sendiri, tidak kepada penalaran.
Karakteristik anak pada tahap ini adalah sebagai berikut:
a)   Anak dapat mengaitkan pengalaman yang ada di lingkungan bermainnya dengan pengalaman pribadinya, dan karenanya ia menjadi egois. Anak tidak rela bila barang miliknya dipegang oleh orang lain.
b)    Anak belum memiliki kemampuan untuk memecahkan masalah-masalah yang membutuhkan pemikiran “yang dapat dibalik (reversible).” Pikiran mereka masih bersifat irreversible.
c)    Anak belum mampu melihat dua aspek dari satu objek atau situasi sekaligus, dan    belum mampu bernalar (reasoning) secara individu dan deduktif.
d)   Anak bernalar secara transduktif (dari khusus ke khusus). Anak juga belum mampu membedakan antara fakta dan fantasi. Kadang-kadang anak seperti berbohong. Ini terjadi karena anak belum mampu memisahkan kejadian sebenarnya dengan imajinasi mereka.
           e)   Anak belum memiliki konsep kekekalan (kuantitas, materi, luas, berat dan isi).
f)    Menjelang akhir tahap ini, anak mampu memberi alasan mengenai apa yang mereka percayai. Anak dapat mengklasifikasikan objek ke dalam kelompok yang hanya mempunyai satu sifat tertentu dan telah mulai mengerti konsep yang konkrit.
Tahap operasi kongkret : umur 7 – 11/12 tahun.
(Ciri pokok perkembangannya anak mulai berpikir secara logis tentang kejadian-kejadian konkret)
Tahap operasi konkret (concrete operations) dicirikan dengan perkembangan sistem pemikiran yang didasarkan pada aturan-aturan tertentu yang logis. Anak sudah memperkembangkan operasi-oprasi logis. Operasi itu bersifat reversible, artinya dapat dimengerti dalam dua arah, yaitu suatu pemikiran yang dapat dikemblikan kepada awalnya lagi. Tahap opersi konkret dapat ditandai dengan adanya sistem operasi berdasarkan apa-apa yang kelihatan nyata/konkret.
Ciri-ciri operasi konkret yang lain, yaitu:
  1. Adaptasi dengan gambaran yang menyeluruh. Pada tahap ini, seorang anak mulai dapat menggambarkan secara menyeluruh ingatan, pengalaman dan objek yang dialami. Menurut Piaget, adaptasi dengan lingkungan disatukan dengan gambaran akan lingkunganitu.
  2. Melihat dari berbagai macam segi. Anak mpada tahap ini mulai mulai dapat melihat suatu objek atau persoalan secara sediki menyeluruh dengan melihat apek-aspeknya. Ia tidak hanya memusatkan pada titik tertentu, tetapi dapat bersam-sam mengamati titik-titik yang lain dalam satu waktu yang bersamaan.
  3. Seriasi Proses seriasi adalah proses mengatur unsur-unsur menurut semakin besar atau semakin kecilnya unsur-unsur tersebut. Menurut Piaget , bila seorang anak telah dapat membuat suatu seriasi maka ia tidak akan mengalami banyak kesulitaan untuk membuat seriasi selanjutnuya.
  4. Klasifikasi Menurut Piaget, bila anak yang berumur 3 tahun dan 12 tahun diberi bermacam-maam objek dan disuruh membuat klasifikasi yang serupa menjadi satu, ada beberapa kemungkinan yang terjadi.
  5. Bilangan. Dalam percobaan Piaget, ternyata anak pada tahap praoperasi konkret belum dapat mengerti soal korespondensi satu-satu dan kekekalan, namun pada tahap tahap operasi konkret, anak sudah dapat mengerti soal karespondensi dan kekekalan dengan baik. Dengan perkembangan ini berarti konsep tentang bilangan bagi anak telah berkembang.
  6. Ruang, waktu, dan kecepatan. Pada umur 7 atau 8 tahun seorang anak sudah mengerti tentang urutan ruang dengan melihat intervaj jarak suatu benda. Pada umur 8 tahun anak sudan sudah sapat mengerti relasi urutan waktu dan jug akoordinasi dengamn waktu, dan pada umur 10 atau 11 tahun, anak sadar akan konsep waktu dan kecepatan.
  7. Probabilitas. Pada tahap ini, pengertian probabilitas sebagai suatu perbandingan antara hal yang terjadi dengan kasus-kasus yang mulai terbentuk.
  8. Penalaran. Dalam pembicaraan sehari-hari, anak pada tahap ini jarang berbicara dengan suatu alasan,tetapi lebih mengatakan apa yang terjadi. Pada tahap ini, menurut Piaget  masih ada kesulitan dalam melihat persoalan secara menyeluruh.
  9. Egosentrisme dan Sosialisme. Pada tahap ini, anak sudah tidak begitu egosentris dalam pemikirannya. Ia sadar bahwa orang lain dapat mempunyai pikiran lain.
Tahap operasi formal: umur 11/12 ke atas.
(Ciri pokok perkembangannya adalah hipotesis, abstrak, dan logis)
Tahap operasi formal (formal operations) merupakan tahap terakhir dalam perkembangan kognitif menurut Piaget. Pada  tahap ini, seorang remaja sudah dapat berpikir logis, berpikir dengan pemikiran teoritis formal berdasarkan proposisi-proposisi dan hipotesis, dan dapat mengambil kesimpulan lepas dari apa yang dapat diamati saat itu. Cara berpikir yang abstrak mulai dimengerti.
Sifat pokok tahap operasi formal adalah pemikiran deduktif hipotesis, induktif sintifik, dan abstrak reflektif.
# Pemikiran Deduktif Hipotesis
Pemikiran deduktif adalah pemikiran yang menarik kesimpulan yang spesifik dari sesuatu yang umum. Kesimpulan benar hanya jika premis-premis yang dipakai dalam pengambilan keputusan benar. Alasan deduktif hipotesis adalah alasan/argumentasi yang berkaitan dengan kesimpulan yang ditarik dari premis-premis yang masih hipotetis. Jadi, seseorang yang mengambil kesimpulan dari suatu proposisi yang diasumsikan, tidak perlu berdasarkan dengan kenyataan yang real.
Dalam pemikiran remaja, Piaget dapat mendeteksi adaanya pemikiran yang logis, meskipun para remaja sendiri pada kenyataannya tidak tahu atau belum menyadari bahwa cara berpikir mereka itu logis. Dengan kata lain, model logis itu lebih merupakan hasil kesimpulan Piaget dalam menafsirkan ungkapan remaja, terlepas dari apakah para remaja sendiri tahu atau tidak.
# Pemikiran Induktif Sintifik
Pemikiran induktif adalah pengambilan kesimpulan yang lebih umum berdasarkan kejadian-kejadian yang khusus. Pemikiran ini disebut juga dengan metode ilmiah. Pada tahap pemikiran ini, anak sudah mulai dapat membuat hipotesis, menentukan eksperimen, menentukan variabel control, mencatat hasi, dan menarik kesimpulan. Disamping itu mereka sudah dapat memikirkan sejumlah variabel yang berbeda pada waktu yang sama.
# Pemikiran Abstraksi Reflektif
Menurut Piaget, pemikiran analogi dapat juga diklasifikasikan sebagai abstraksi reflektif karena pemikiran itu tidak dapat disimpulkan dari pengalaman.
Teori Pengetahuan
Berdasarkan pengalamannya sejak masa kanak-kanak, Piaget berkesimpulan bahwa setiap makhluk hidup memang perlu beradaptasi dengan lingkungannya untuk dapat melestarikan kehidupannya. Manusia adalah makhluk hidup, maka manusia juga harus beradaptasi dengan lingkungannya. Berdasarkan hal ini, Piaget beranggapan bahwa perkembangan pemikiran manusia mirip dengan perkembangan biologis, yaitu perlu beradaptasi dengan lingkungannya. Piaget sendiri menyatakan bahwa teori pengetahuannya adalah teori adaptasi pikiran ke dalam suatu realitas, seperti organisme yang beradaptasi dengan lingkungannya.
Teori Adaptasi Piaget
Menurut Piaget, mengerti adalah suatu proses adaptasi intelektual dimana pengalaman dan ide baru diinteraksikan dengan apa yang sudah diketahui untuk membentuk struktur pengertian yang baru. Setiap orang mempunyai struktur pengetahuan awal (skema) yang berperan sebagai suatu filter atau fasilitator terhadap berbagai ide dan pengalaman yang baru. Melalui kontak dengan pengalaman baru,skema dapat dikembangkan dan diubah, yaitu dengan proses asimilasi dan akomodasi. Skema seseorang selalu dikembangkan, diperbaharui , bahkan diubah untuk dapat memahami tanyangan pemikiran dari luar. Proses ini disebut adap[tasi pikiran.
Teori Pengetahuan Piaget
Teori pengetahuan Piaget adalah teori adaptasi kognitif. Dalam pembentukan pengetahuan , Piaget membedakan tiga macam pengetahuan, yakni :
  1. Pengetahuan fisis adalah pengetahuan akan sifat-sifat fisis suatu objek atau kejadian, seperti bentuk, besar, berat, serta bagaimana objek itu berinteraksi dengan yang lain.
  2. Pengetahuan matematis logis adalah pengetahuan yang dibentuk dengan berpikir tentang pengalaman akan suatu objek atau kejadian tertentu.
  3. Pengetahuan sosial adalah pengetahuan yang didapat dari kelompok budaya dan sosial yang menyetujui sesuatu secara bersama.
Teori Konstruktivisme
Teori konstruktivisme Piaget menjelaskan bahwa pengetahuan seseorang adalah bentukan (bentukan) orang itu sendiri. Proses pembentukan pengetahuan itu terjadi apabila seseorang mengubah atau mengembangkan skema yang telah dimiliki dalam berhadapan dengan tantangan, dengan rangsangan atau persoalan.
Teori Piaget seringkali disebut konstruktivisme personal karena lebih menekankan pada keaktifan pribadi seseorang dalam mengkonstruksikan pengetahuannya. Terlebih lagi karena Piaget banyak mengadakan penelitian pada proses seorang anak dalam belajar dan membangun pengetahuannya.


IMPLIKASI TEORI PIAGET DALAM PEMBELAJARAN
Teori kognitif dan teori pengetahuan piaget sangat banyak mempengaruhi bidang pendidikan, terlebih pendidikan kognitif. Tahap-tahap pemikiran Piaget sudah cukup lama mempengaruhi bagaimana para pendidik menyusun kurikulum, memilih metode pengajaran dan juga memilih bahan ajar terutama di sekolah-sekolah.
Maka dari karya besar Piaget tersebut dapat diimplementasikan pada proses pembelajaran disekolah sesuai dengan teori perkembangannya itu sendiri. Implementasi pada pembelajaran yang akan diterakan berikut hanya merupakan bentuk sebagian saja; sebagai contoh yang cocok untuk pengetahuan dan pengembangan terhadap materi pembelajaran itu sendiri. Tentu yang terpenting adalah kesesuaian dengan pemilihan model, pendekatan serta metode dalam pembelajaran terhadap materi ajar.
Berikut contoh pembelajaran berdasar pada teori Piaget sesuai tahap perkembangan kognitif anak usia sekolah;
Pokok Bahasan           : Bangun Ruang.
Sub Pokok Bahasan    :     1.   Kubus.
  1. Balok.
  2. Tabung.
  3. Prisma.
  4. Limas.
  5. Kerucut.
  6. Bola.
Pembelajaran di tingkat Taman Kanak-Kanak (TK).
-          Anak-anak baru hanya diperkenalkan dengan bentuk
-          Pembahasan hanya terbatas pada sub pokok bahasan yang terlihat kontekstual
-          Materi kubus cukup pada bentuknya, contoh aplikasi sekitar, serta warna jika ada.
-          Demikian untuk balok, bola dan yang lainnya dengan konsekuensi siswa mengetahui nama dan bentuknya saja.
Penjelasan;
Anak usia Taman Kanak-Kanak masuk kategori pra operasional pada perkembangan teori Piaget. Jadi anak-anak hanya mampu melihat gambar dan tidak berbentuk penalaran atas pengalamannya sendiri.

Perkembangan kognisi : prawicara dan prosodik
            Pada awal abad ke dua puluh para peneliti mempelajari bentuk ucapan atau suara yang keluar dari bayi.Mereka memiliki dua cara berfikir yang berbeda.Satu kelompok ingin menelusuri perkembangan sistem bahasa yang diucapkan oleh orang dewasa, terutama bahasa Jerman dan bahasa Inggris (stern and stern 1928; Leopod 1947). sedangkan kelompok lain meneliti skala terhadap perkembangan kejiwaan bayi dan pada hakekat berkaitan dengan tingkah laku bayi (cattel 1940; Gesell dan Amatruda 1941 dkk). Kedua kelompok tersebut tidak memiliki alat yang memadai untuk menggambarkan tingkah laku bagaimana bayi melakukan ucapan).Setelah mereka melakukan observasi ternyata hasil penemuan tentang itu sangat sedikit.
            Meskipun bertentangan dengan beberapa bukti yang sudah ada terutama dalam karya Gregoire(1939) perilaku ucapan anak sebelum bisa berbicara yakni sebuah kegiatan acak sepenuhnya, oleh karena itu peneliti harus mentaati segala aturan yang telah ditetapkan.Dalam kegiatan ini telah disebutkan bahwa anak akan menghasilkan semua suara (Jakobson 1968) juga masalah ini didukung oleh (Osgood 1953, Lenneberd 1962, Rees 1972).Pandangan ini tidak terus menerus berlaku antara periode artikulasi dengan menghasilkan kata pertama yang harus mengikuti aturan yang telah ditetapkan pada aspek secara umum (Jakobson 1968).
            Pada hasil karya berikutnya, Penemuan tentang proses perkembangan perilaku ucapan anak sebelum bisa berbicara mulai terwujud. Bever 1961 menganalisis kembali data transkripsi, yang diperoleh oleh Irwin dan rekan-rekannya ditahun 1940 an. Dalam sebuah kejadian terbesar dan tingkatan perubahan dalam memproduksi fonem setiap bayi.
Bever membagi tiga periode perkembangan yang berbeda:
a. Usia 0 sampai 3 bulan.
b. Usia 4 sampai 11 bulan.
c. Usia 12 sampai 18 bulan.
Dia memaparkan bahwa ada pola siklus dari perkembangan bentuk segmental pada setiap periodenya dengan kegiatan perkembangan sepenuhnya terjadi pada pertengahan periode dan berakhir setelahnya. Pemerolehan vokal dan konsonan ditemukan berbeda satu sama lainnya dalam berbagai cara sehingga menyarankan bahwa kegiatan vokal tidak muncul seperti pada konsonan. Menyuk (1968) mengkaji data yang diperoleh dari Nazima (1962) menyimpulkan bahwa ciri-ciri khas ucapan bayi yang diteliti oleh peneliti sama dengan peneliti sebelumnya dalam memproduksi kata anak-anak Amerika.Hasil data ditemukan hirarki perbedaan bentuk yang menjadi linguistik secara umum, mungkin tergantung perkembangan dan kapasitas pada anak itu sendiri.
            Pada tahun 1960 an berdasarkan pandangan Jakobsonian bahwa suara dari semua bahasa keluar dari diri bayi itu sendiri.Studi ini berkonsentrasi pada faktor-faktor perkembangan bahasa bayi secara selektif dari fonem yang sesuai untuk dia pelajari.Beberapanya berkaitan dengan masalah hipotesis tentang imitasi (meniru).Dengan kata lain sebuah proses hipotesis untuk membentuk fonem bahasa yang diucapkan oleh anak secara selektif diperkuat oleh orang dewasa dilingkungan dimana dia berada. Wahtler menemukan ucapan vokal yang keluar dari bayi terjadi pada tahun pertama kehidupan.Dia menemukan bahwa dengan dukungan yang positif, frekuensi pengucapan vokal baru yang dilakukan bayi dapat ditingkatkan dengan bantuan orang tua dan sebaliknya.
2. Prawicara / Prespeech
            Pada tahap ini kita mulai berikan latihan persepsi pendengaran dengan memperkenalkan bunyi-bunyi bahasa kepada anak dari berbagai posisi.Apabila tidak ada respon dari anak, maka jangan terburu-buru menyimpulkan bahwa anak kita tidak mendengar.Anak kita pasti mendengar stimulasi yang kita berikan.Maka kita harus langsung memberi tahu kepada anak bunyi yang kita berikan, misalnya:
Stimulus    : Suara lonceng 3X
            Respon      : Tidak ada
Kita harus memperlihatkan benda yang kita perdengarkan kepada anak bahwa tadi adalah  suara atau bunyi lonceng dan kita minta anak untuk memegang benda tersebut.Berarti hal ini anak sudah mendapatkan konsep bahasa “lonceng” melalui tiga sensor.Apabila persepsi pendengaran anak terhadap bunyi/suara sudah konsisten, maka kita mulai memberi stimulus bunyi/suara berdasarkan ritme/ketukan, memori perception auditory dsb.
3. Komponen Fonologi
            Dalam masalah kaitan antara konsep universal dengan pemerolehan fonologi, ahli yang pandangannya sampai kini belum disanggah orang adalah Roman Jakobson.Dialah yang mengemukakan adanya universal pada bunyi bahasa manusia dan urutan pemerolehan bunyi berjalan selaras dengan kodrat bunyi itu sendiri.Bunyi pertama yang keluar waktu anak itu mulai berbicara adalah kontras antara konsonan dan vokal.Dalam hal vokal, hanya bunyi /a/, /i/, dan /u/ yang akan keluar duluan.Dari tiga bunyi ini, /a/ akan lebih dahulu daripada /i/ atau /u/. Mengapa demikian? Sebabnya adalah bahwa ketiga bunyi ini membentuk apa yang dia namakan Sistem Vokal Minimal (Minimal Vocalic System): bahasa manapun di dunia ini pasti memiliki minimal tiga vokal ini (Jacobson 1971: 8 – 20). Dari tiga bunyi ini bunyi /a/ lah yang paling mudah diucapkan.
            Mengenai konsonan Jacobson mengatakan bahwa kontras pertama yang muncul adalah oposisi antara bunyi oral dengan bunyi nasal (/p-b/ dan /m-n>/ dan kemudian disusul oleh kontras antara bilabial dengan dental (/p/ - /t/).Sistem kontras ini dinamakan Sistem Konsonantal Minimal (Minimal Consonantal System).
            Macam dan jumlah bunyi pada bahasa bisa saja berbeda-beda dari satu bahasa ke bahasa yang lain.Akan tetapi, hubungan antara satu bunyi dengan bunyi yang lain bersifat universal. Jakobson mengajukan hukum yang dinamakan Laws of Irreversible Solidarity yang esensinya dirumuskan sebagai berikut:
(1) Apabila suatu bahasa memiliki konsonan hambat velar, bahasa tersebut pasti memiliki konsonan hambat dental dan bilabial. Contoh: Bila bahasa A memiliki bunyi /k/ dan /g/, bahasa tadi pasti memiliki /t/-/d/ dan /p/-/b/
(2) Apabila suatu bahasa memiliki konsonan frikatif, bahasa tadi pasti memiliki konsonan hambat.Contoh: Bila bahasa A memiliki /f/ atau /v/ , bahasa tadi pasti memiliki /p/-/b/, /t/-/d/ dan /k/-/g/.
(3) Apabila suatu bahasa memiliki konsonan afrikat, bahasa tadi pasti memiliki konsonan frikatif dan konsonan hambat contoh: bila bahasa A memiliki /c/-/j/, bahasa tadi pasti memiliki /s/,/t/, dan /d/.
            Hukum ini juga meramalkan urutan kesukaran masing-masing bunyi. Pada umumnya bunyi yang terletak dibagian depan  mulut lebih mudah daripada yang dibagian belakang mulut.Dengan demikian /p/ dan /b/ adalah lebih mudah daripada /k/ dan /g/. Apakah kaitan semua ini dengan pemerolehan bahasa? Kaitannya adalah bahwa bunyi yang dikuasai anak mengikuti urutan universal di atas.Karena /m/ adalah bilabial dan karenanya mudah, dan karena /a/ adalah juga mudah maka bunyi /m/ dan /a/ akan keluar lebih awal pada ucapan seorang anak.Begitu juga /p/ itulah sebabnya mengapa kata awal yang keluar pada anak adalah /papa/ atau /mama/ menurut orang tua diartikan sebagai ayah dan ibu! (Gass dan Salinker 2001:93) Urutan pemunculan bunyi bersifat genetik dan karena perkembangan biologi manusia itu tidak sama maka kapan munculnya suatu bunyi tidak dapat diukur dengan tahun atau bulan kalender.Yang harus dipegang sebagai patokan adalah bahwa suatu bunyi tidak akan melangkahi bunyi yang lain. Tidak akan ada anak Indonesia yang sudah dapat mengucapkan /r/ tetapi belum dapat mengucapkan /p/, /g/ dan /j/.Kapan bunyi-bunyi ini akan muncul berbeda dari satu anak ke anak yang lain.







DAFTAR PUSTAKA

Dahar Ratna Willis. Prof. Dr. 1988. Teori-Teori Belajar. Jakarta: P2LPTK. 2001.
Sardiman, AM. 2003. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: PT. Rapgrapindo Persada.
Slameto. 2003. Belajar dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhinya. Jakarta: PT, Rineka Cipta.
Paul Suparno. Prof. 2003. Teori Perkembangan Kognitif Jean Piaget. Yogyakarta: Kanisius.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar