HomeEBOOKS AM*EBOOKS LS*EBOOKS ED*EBOOKS LG*EBOOKS GN**ARTICLES**JADWAL KULIAH.2011/2012**VIDEO WordLinx - Get Paid To Click free counters

Sabtu, 01 Oktober 2011

RELATING THEORY AND PRACTICE IN ADULT SECOND LANGUAGE ACQUISITION (HUBUNGAN TEORI DAN PRAKTIK DALAM PEMEROLEHAN BAHASA KE DUA PADA ORANG DEWASA)



Aplikasi
Pada bab ini kita berusaha untuk membahas transisi sulit dari teori ke praktik. Hal ini akan dilakukan dengan menggambarkan apa yang muncul kemudian menjadi sebuah program pengajaran bahasa kedua (ESL) yang “ideal” istilah umumnya. Program ini berisi beberapa komponen, sebagian berupa (obligatory) kewajiban dan sebagian lainnya berupa (optional) pilihan.
Kebanyakan program pengajaran bahasa, jika mereka dipecah-pecah, terbagi kedalam “Empat Kemampuan”, speaking, listening, reading, dan writing. Bukti dari beragam sumber mengindikasikan bahwa ini mungkin bukan divisi/pembagian yang optimal.
Pertama, dalam setiap program yang telah saya ikuti, guru-guru yang ingin memfokuskan hanya satu atau bahkan dua (lisan dan tulisan) dari keempat kemampuan bahasa tersebut, mengeluhkan bahwa tiap-tiap divisi/pembagian tersebut sangat dibuat-buat. Mereka menemukan bahwa tak mungkin hanya focus pada satu kemampuan dan mengabaikan kemampuan lainnya.
Kedua, Oller dalam rangkaian studi melaporkan bahwa sulitnya menemukan variansi magna yang unik di dalam seluruh uji bahasa yang berbeda yang telah dipelajari dan yang dapat ditandai oleh siapa saja yang mengenali ke empat kemampuan tersebut (Oller 1976,p.144; Oler and Honofotis 1976). Dengan kata lain bahwa tidak ada bukti jelas adanya pengaruh suatu factor “bacaan”, atau adanya suatu factor “ucapan”, dll.  Juga tidak ada bukti adanya factor modalitas lisan bertentangan dengan factor modalitas tulisan. Penelitian-kami pada “Monitor Teory” juga konsisten dengan ide bahwa empat kemampuan bahasa bukanlah pembagian/divisi yang primer/utama. Oller juga telah mencatat bahwa analisa kesalahan menyatakan tingginya suatu tingkat hubungan antara struktur yang muncul dalam sejumlah tugas-tugas yang berbeda, seperti menterjemahkan, meniru ucapan, dan ucapan-ucapan spontan.
Ketika generalisasi ini berdasarkan pada data yang diperoleh sebelum “Monitor” melaporkan, hasilnya hampir sama dengan generalisai ini. Kami menemukan kemiripan kesulitan mengurutkan grammatical morphems yang dihasilkan oleh performa SL orang dewasa dalam melakukan “sejumlah tugas- tugas yang berbeda”, seperti yang dijabarkan di atas, yaitu tugas yang umumnya mereka dapatkan lebih sulit dibanding dengan tugas mempelajari system.
Model teoritikal kemudian mengimplikasikan bahwa program pengajaran bahasa akan mempunyai dua komponen utama, yaitu pemerolehan (acquisition) dan pembelajaran (learning), yang menggunakan bagan NP dan VP sebagai berikut.






                                                                 Program

                Acquisition/Pemerolehan                                                                      Pembelajaran/Learning

Intake                                      Fluency                                     Rules of thumb                            Structure of languge (optional) (obligatory)                                                                   (learnable rules for editing)         (language appreciation)
-                                         _         Communication strategies                                                                                                                       Meaningful/communi          Routines/patterns                                                                                                                                     cative  exercises                   (short term)                              Limited error correction                                                                         Extensive reading                                                                                                                                                                                   Natural method                                                                                                                                                                                      Intercambio                            Role-Playing, games, etc.                                                                                                                       Total Physical Response   Writing                 
_                               _
                              intake
                          
Fig. A Second Language Teaching Program
Acquisition / Pemerolehan
Model teoritis tersebut jelas sekali menunjukkan bahwa bagian yang terpenting dari keseluruhan program tersebut adalah pada bagan-intake yang berada di bawah bagan-acquisition. Dapat disimpulkan bahwa akuisisi bahasa lebih terpusat daripada pembelajaran bahasa itu sendiri dalam performa SL. “intake” itu sederhana, dimana akuisi  bahasa datang, disitu pula sub-perangkat dari input kebahasaan berusaha membantu si pemeroleh mengakuisi bahasanya. Kasus yang muncul nantinya adalah bahwa fungsi utama dari bahasa ke dua (SL) di dalam kelas adalah untuk menyiapkan intake-nya guna mengakuisisi bahasa tersebut. Tentunya ini menjadi tugas yang sangat sulit, orang bisa saja berkata bahwa tantangan utama yang dihadapi di lapangan dari penggunaan bahasa adalah untuk menciptakan materi-materi dan konteks-konteks bahasa yang dilengkapi dengan intake-nya.
Pada makalah lain (Krashen, 1978b) berusaha mendefinisikan intake, dan akan mereview dengan singkat definisi ini beserta buktinya yang mengarah pada hal tersebut. Dia berasumsi bahwa sesuatu yang telah orang lain buat, bahwa “caretake”speech , adalah bahasa yang ditujukan pada anak-anak yang mengakuisisi bahasa pertama mereka, yang berisi sebuah proporsi tinggi pada intakenya. Dan menyarankan bahwa dengan mengamati property penting caretaker speech akan tiba pada beberapa definisi dari intake itu sendiri. Sebagaimana yang banyak peneliti telah tunjukkan (Snow and Ferguson, 1977), caretaker/ para pemerhati tidak dengan sadar bermaksud untuk mengajarkan bahasa; mereka sebenarnya lebih konsern dengan komunikasi. Meski demikian ada alasan yang mendukung bahwa para pemerhati ucapan itu sebenarnya adalah seseorang yang mumpuni dalam mengajarkan bahasa meskipun tidak selalu terlihat seperti penguji bahasa pertama kali.
Menurut literature pada caretaker speech (sumber utamanya termasuk kesimpulan dalam tulisan Clark dan Clar, 1977), dan sumber yang paling baik adalah yang di edit oleh Snow dan Ferguson, 1977).
Caretaker Speech mempunyai beberapa karakteristik sebagai berikut :
1.      Caretaker Speech biasanya Mengikuti prinsip-prinsip “Here and now”; pemerhati berbicara tentang apa yang sedang terjadi di lingkungan sekitar anak-anak pada waktu itu. Yang paling signifikan tentang prinsip ini adalah bahwa si anak diberi dukungan extra-linguistik untuk membantu dia dalam memahami apa yang pemerhati ucapkan padanya.

2.      Ciri-ciri ini awal sintaktiknya sederhana, dan kemudian terus menjadi kompleks seolah-olah si anak memperolehnya di dalam linguistik orang dewasa. Ciri-ciri ini sebenarnya tidak sesederhana seperti itu, meski demikian para caretaker tidaklah menyederhanakan tujuan input mereka pada struktur selanjutnya, mereka berharap si anaklah yang memperolehnya kelak. Singkatnya input pemerhati muncul menjadi “roughly tune/nada berkesan” untuk kemampuan linguistic anak. Kita melihatnya sangat positif, tetapi sesungguhnya tidak tinggi korelasinya antara kompleksitas input linguistik dan kemampuan linguistic dalam diri anak-anak tersebut. (Newport, and Gleitman, 1977;Cross, 1977;Chapter 9, this volume).

3.      Caretaker Speech adalah komunikasi. Seperti yang disebutkan di atas, tujuan dari caretaker speech bukanlah mengajarkan bahasa, tujuannya mereka adalah memagnai pesan dan seringkali mengarahkan si anak untuk bertingkah laku dalam cara tertentu. Bisa dikatakan bahwa ucapan caretaker sangat efektif dalam mendorong akuisisi bahasa (setidaknya literaturnya konsiten dengan pandangan ini; Cross, 1977; Newport et al, 1977).
Dari ciri-ciri ini, bisa dihipotesakan bahwa intake itu adalah input yang paling pertama dari semua input-input yang dipahami. Lebih dalam lagi, komprehensi/pemahaman mungkin berada di hati dari proses pemerolehan bahasa; mungkin pula kita memperolehnya dengan memahami bahasa dengan tingkat kompetensi “a little beyond” atau istilahnya sedikit tertinggal”. Komprehensi ini kita lakukan dengan bantuan memahami konteks extra-linguistik atau pengetahuan dunia kita. (Dalam istilah formalnya jika sebuah akuisisi berada pada tahap i dalam akuisisi syntax, dia dapat melanjutkannya ke tahap i + 1 dengan memahami input pada kompleksitas level tersebut). Selanjutnya, bahwa optimal input termasuk dalam struktur si pemeroleh yang “a little beyond / sedikit tertinggal” kompetensinya itu, dan yang berkeinginan untuk mengakuisisi kelanjutan bahasa tersebut pada yang lebih kompleks lagi.
Kelanjutan ini bagaimanapun juga tidak perlu benar-benar cocok bagi pengembangan kemampuan si pemeroleh: “rough tuning/nada berkesan” mungkin saja optimal. Tujuan sederhananya untuk i + 1 mungkin kurang efisien sebagaimana tujuan orang bisa hilang, sedikit review perlu disiapkan, dan dimana ada variasi di dalam rata-rata akuisisi, kekuatan para pemeroleh mungkin diakomodasi oleh input yang sama (untuk lebih detailnya, lihat hal 9). selanjutnya bahwa intake itu bersifat “alami”, yang artinya bahwa ini adalah bahasa yang digunakan untuk berkomunikasi.
Orang dapat dengan mudah menganalisa berbagai aktivitas kelas SL guna mengetahui seperti apa dalamnya yang mereka persiapkan untuk input optimal, seperti yang dijabarkan di atas. “Percakapan bebas” sederhana sering kali akan gagal layaknya input optimal, sepertinya ini sering tak dipahami. Kegagalan dari percakapan bebas mengkualifikasi seperti yang intake anggap bahwa pengajaran SL melibatkan lebih dari hanya sekedar berbicara kepada murid-murid tentang topic yang menarik saja, suatu profesi yang telah di ketahui sejak hal ini dimulai. Para tata usaha kadang-kadang juga beranggapan bahwa menjadi “seorang penutur asli” dari sebuah bahasa dianggap bahwa orang tersebut tentu menjadi guru bahasa tersebut. Analisa ini menunjukkan mengapa hal ini tak perlu benar.
Mechanical drills/Bor mekanik juga gagal sebagai intake optimal untuk akuisisi. Mechanical drill adalah aktivitas yang mana focus utamanya ada pada bentuk dari bahasa yang sedang digunakan ketimbang komunikatif intensnya. Inilah contohnya : kalimat yang diberikan “John is a student”, rubahlah kalimat ini menjadi bentuk negative (“John isn’t a student”). Apakah orang lain tertarik dengan kenyataan bahwa John adalah seorang atau bukan seorang murid tentunya bukanlah sebuah isu. Maka saat mechanical drills mungkin dimengerti, mereka hanya mengerti dalam sense penting saja. Bukti yang sesuai (Lee,McCune, and Patton, 1970) dengan tegas menyarankan bahwa murid-murid tidak begitu memperhatikan pada pengulangan drill setelah beberapa kali pengulangan, dan hal ini diragukan kelangsungan kebermagnaannya yang sangat “mendalam”(in the sense of stevick, 1976). Mechanical drills tentunya tidak alami atau juga tidak bermaksud demikian. Maka yang terbaik harus dilakukan oleh mechanical drill adalah hanya menyesuaikan sebagian saja bagi akuisisinya. Bersama-sama dengan percakapan bebas (kombinasi “struktur” dan “percakapan” di kelas), mereka boleh berhasil dalam mendorong beberapa akuisisi bahasa, tetapi rasanya ruang kelas SL bisa melakukannya dengan lebih baik lagi.
Analisa tentang apa yang diprediksi oleh intake bahwa apa yang dikatakan drill-drill “bermagna” dan “komunikatif” atau latihan-latihan dapat menjadi lebih efisien dalam memproduksi akuisisi bahasa. Dalam aktivitas seperti inilah sebenarnya murid-murid bisa benar-benar berkomunikasi dimana komunikasi dapat di stimulasi. Kesannya adalah bahwa merancang materi-materi untuk latihan mekanik tidaklah sulit atau tidak juga sulit untuk berfikir tentang hal-hal yang dibicarakan di dalam kelas. Penyediaan intake melalui kebermagnaan dan kegiatan komunikatif adalah hal yang sedikit menantang. Oleh karena itu, agar sejajar dengan intake, latihan-latihan ini harus bisa dipahami, berada pada ltingkatan yang tepat, dan alami. Dengan mencoba mengikuti kegiatan sebagaimana seorang guru ESL, ternyata begitu sulit untuk berfikir tertarik dengan situasi komunikatif yang alami yang mengkontektualisasikan  “susunan hari”.
Setiap presentasi pada konferensi pengajaran bahasa dan pertemuan-pertemuan guru yang memberikan guru ide-ide kontekstual terstruktur, sejauh itu di hadiri dengan baik dan mudah diterima maka itulah yang dimaksud dengan demonstrasi baru mechanical drills. Interpretasi trend semacam ini sebagai pengenalan dari fakta bahwa perkembangan akuisisi bahasa itu akan lebih baik jika intake-nya komunikatif dan dipahami.
Bahkan kebermagnaan dan komunikatif drills bisa memilki keterbatasan-keterbatasan, meskipun jika mereka mengatur dan mengarahkan pada struktur selanjutnya (i+1), tidak seperti pada semua murid yang diberikan dalam kelas, mereka bisa jadi gagal dalam menyiapkan input yang cukup atau bisa jadi cukup alami untuk akuisisi bahasa. Mungkin generalisai yang benar adalah bahwa jika aktifitas-aktifitas  tersebut lebih alami, menarik, dan mudah dipahami. Ketika tuntutan-tuntutan itu dipertemukan dimana ada kesepakatan dari inputnya harus alami, mungkin bisa jadi jika i+1 akan “secara alami” tertutupi dan terulang berkali-kali, maka kelanjutan dari akuisisi bahasa akan bisa berhasil.
Jika intake secara mendalam memiliki karakter seperti ini, dan jika intake adalah bagian yang terpenting dalam program pengajaran bahasa, ruangan kelas bisa saja secara nyata menjadi tempat terbaik untuk orang dewasa memperoleh bahasa; setidaknya di atas dari level/tingkatan intermediate. Seperti yang Wagner-Gough dan Hatch (1975) tunjukkan bahwa “Dunia Luar” tak berkeinginan menyiapkan intake untuk orang dewasa. Anak-anak sering beruntung memperoleh Bahasa ke duanya yang mereka dapat dari intake sebenarnya, tetapi tidak untuk orang dewasa.
Perhatikan percakapan antara anak yang berusia 5 tahun pemeroleh ESL dan orang dewasa berikut :
Dewasa                                                                  Paul
Is that your ball?                                                                                            Yeah      
What are you gonna do tonight?                                                                (no answer)
Is that your doggy?                                                                                        Yeah.
Is that your doggy or Jim’s doggy?                                                              Jim’s doggy.   (Huang, cited in wagner-Gough,1975)
Dalam pertukaran ini, syarat-syarat untuk intake jelas sekali bertemu. Responnya Paul mengindikasikan bahwa dia sangat paham, jika tidak semua ucapan yang ditujukan padanya (ucapan terima kasih, mungkin diucapkan pada orang dewasa dengan tegas pada prinsip “Here and Now”), ini adalah input sederhana yang kebanyakannya seperti pada atau mendekati tingkat kebutuhan Paul supaya lebih memperoleh bahasa Inggris, dan ini agak alami. Bandingkan hal ini dengan input yang dihubungkan dengan kebutuhan akuisisi orang yang lebih tua. Seperti yang Wegner-Gough dan Hatch tunjukkan, bahwa bahasa itu agak kompleks, memisahkan jarak dan waktu dan mungkin tidak komprehensip untuk para pemeroleh seperti Ricardo berikut, seorang anak muda usia 13 tahun pemeroleh Bahasa Inggris sebagai bahasa ke dua:
                        Dewasa                                                                  Ricardo
What are you gonna do tonight?                                                      Tonight? I don’t know.
You don’t know yet? Do you work at home,
do the dishes or sweep the floor?                                                    Water ……
Flowers.                                                                                                 Mud.
Oh. You wash the mud down and all that.
What else do you do at home?                                                         Home.
                                                                                                (Butterworth,1972; cited in Wagner-Gough,1975)
Satu sumber lainnya adalah peer groupnya murid asing. Bahasa yang saling digunakan oleh murid-murid ESL kita secara langsung boleh jadi agak mendekati syarat-syarat  untuk bertemu intake. Komunkasi bahasa mereka lakukan satu sama lain tentunya alami dan biasanya dimengerti, dan kehadiran peer tersebut yang sepintas lebih tinggi kesiapannya sering kali inputnya jauh tertinggal dari pemeroleh pada tingkat sebelumnya. Kasus ini terlihat bahwa murid asing akan saling mendapatkan kesalahan. Mungkin hal ini bukan menjadi masalah serius, sebagaimana “kesalahan bebas” sumber-sumber intake yang juga biasa terjadi (penutur asli baik yang di dalam maupun yang diluar kelas). Fathman (1976) menghadirkan bukti yang menyarankan bahwa keberadaan peer group murid asing tersebut mungkin secara nyata menguntungkan. Dalam sebuah studi murid ESL di sekolah dasar di wilayah Washington DC ditemukan bahwa dimana sekolah yang murid-muridnya lebih dari empat puluh yang bukan penutur Bahasa inggris asli terlihat lebih berkembang ketimbang di sekolah yang mana murid-muridnya hanya beberapa orang yang penutur Bahasa Inggris asli (p.437). Mungkin ini sesuai pula dengan point Fathman faktanya bahwa sekolah yang mempunyai banyak murid asingnya cenderung mempunyai program organisasi sekolah yang baik pula untuk mereka. Justru murid-murid di dalam kelompok-kelompok seperti ini bisa menjadi teman dengan murid-murid yang berasal dari negara lain dengan berbicara bahasa Inggris (p438). Membantu murid-murid asing untuk mengenal satu sama lain adalah sebuah aktivitas popular di kelas ESL (V. Sferlazza, personal communicatin); mungkin secara linguistic ini bernilai, dan mungkin seharusnya didukung untuk menjadi ilmu pendidikan.   
Saran yang di sampaikan (Krashen, 1978e) berisi intake di luar kelas  yang akan menjadi sebuah cara untuk mendorong dunia luar bekerjasama dengan profesi pengajaran bahasa yaitu dengan menggunakan istilah :“Language learning Buttons” cara ini gunanya untuk memperhatikan penutur-penutur asli memperoleh kebutuhan-kebutuhan bahasa:
1.    Kancing merah, menandakan bahwa siswa tersebut artinya akan menjadi siswa pemula ESL
2.    Kancing kuning, menandakan bahwa siswa tersebut artinya akan menjadi siswa Intermediate ESL dan seterusnya.
Kembali pada kelas, beberapa tahun terakhir ini beberapa ide novel telah memberikan dukungan pemerolehan bahasa dengan menyiapkan intakenya. Terrell, (1977) telah mengajukan metode yang dinamakannya “The Natural Approach/pendekatan alamiah”, yang mana waktu kelas perlu berisi kegiatan komunikati dengan guru yang berbicara hanya dengan bahasa targetnya. Dan siswa-siswanya merespon baik dalam bahasa target maupun bahasa pertama mereka. Kesalahan-kesalahan yang ada pada siswa sepenuhnya diabaikan selama kegiatan ini, meski akan ada beberapa komunikasi yang gagal. Tugas rumah yang pendek-pendek, latihan grammar, dll yang tentunya setiap system itu adalah hanya berlatih dalam situasi bahasa asing, dimana sang guru itu juga adalah seorang penutur dari salah satu bahasa tutur muridnya, dan tentunya ini kemungkinannya akan memberikan intake dalam jumlah yang besar sekali.
Seorang sarjana USC, John Cromshaw juga telah datang dengan sebuah inovasi yang menarik yang dinamakannya “Intercambio”. Di dalam intercambio, seperti yang diajarkan di USC dimana orang-orang Amerika yang belajar Bahasa Spayol sebagai bahasa asing digabungkan dengan siswa-siswa ESL bahasa- -Spanyol dan didorong untuk berbincang dalam bermacam topic. Aturannya adalah : berbicaralah dengan bahasamu sendiri! Cromshow melaporkan meski sedikit keuntungan, tetapi siswa-siswa tersebut bisa saling bertukar sejumlah informasi satu sama lain, dan seringkali tak sengaja memulai berbahasa dalam bahasa target. Pendekatan-pendekatan semacam ini telah divalidasi hanya dalam informal saja, tetapi laporan terkini dari keberhasilan mereka telah sedikit meningkat keberhasilannya.
Beberapa kegiatan lain yang lebih mengenalkan profesi juga memerlukan intake: extensive reading, seperti yang direkomendasi oleh Newmark (1971), tentunya akan menyiapkan banyak intake daripada paragraph-paragraph sulit yang memerlukan cryptoanalytic decoding yang kadang-kadang menjadi tugas murid-murid ESL. Juga teknik yang digunakan sepert milik Asher”Total Physical Response”(Asher, 1966-1969) boleh juga menyiapkan sejumlah intake yang berguna di dalam kelas. Dalam pendekatan Asher, murid-murid berdiam diri pada langkah awal, tetapi diminta untuk mematuhi perintah guru dalam bahasa target, perintah tersebut meminta “a total physical response”, dimulai dengan kalimat imperative sederhana (“sit down”), kemudian menuju ke kalimat yang lebih kompleks. (If John runs to the blackboard, run after him and hit with your book”). Ada bukti experiment pada buku-bukunya Asher artinya TPR itu benar-benar melakukan kerja. Murid-murid Bahasa Asing, setelah 32 jam pada TPR memiliki nilai pemahaman listening yang lebih baik dan signifikan daripada siswa-siswa di kelas”Asli” setelah 150 jam, dan nilai-nilai pada ujian-ujian selanjutnya juga sama. Jelaslah bahwa input guru yang menstimulasi suatu total kontak fisik akan mendekati setidaknya total intake. Bisa dipahami, pada suatu tingkatan yang tepat dan alami, tujuan ini akan menjadi komunikasi.
Sebelum meninggalkan bagan intake dari “pohon program”, beberapa poin perlu klarifikasi.
Pada awalnya, ditekankan bahwa intake sangatlah mendasar bagi akuisisi, dan tak memperhatikan akan apa fungsi dan peranan outputnya. Mungkin jadi sanggahan bahwa secara teori speaking dan writing tidaklah penting untuk pemerolehan bahasa. Orang bisa memperoleh “kompetensi” dalam sebuah bahasa kedua atau bahasa pertama tanpa memproduksinya. Ada beberapa dukungan  argumentasi untuk hipotesa intake ini.
Seperti perhatian sebelumnya, ada beberapa studi yang menunjukkan bahwa adanya penundaan ucapan dalam instruksi ESL, seperti ketika listening aktif disiapkan, karena tidak ada penundaan dalamakuisisi proficiensi dalam akuisisi ESL, dan bahkan bisa menguntungkan (untuk akuisisi anak-anak ESL, see Gary, 1975; untuk pelajaran orang dewasa see Asher,1965,1966,1969, Postovsky, 1977). Dan ada juga sejumlah saran informal pada akuisisi bahasa ini dalam budaya lain, dimana listening aktif sangat ditekankan. Disini, Sorenson’s (1967) melaporkan pada suku Indian Amerika di wilayah sungai Vaupes :
Orang Indian tidak berlatih berbicara sebuah bahasa yang mereka belum ketahui, tetapi mereka secara pasif belajar daftar kata-kata, bentuk, prase di dalamnya dan mengenalkan pada mereka sendiri dengan suara ucapan bahasa tersebut…. Mereka bisa saja berusaha membuat sebuah acara untuk berbicara bahasa baru dalam situasi yang tepat, tetapi jika hal ini tidak bisa dengan mudah, mereka tidak akan memaksakannya.
Akhirnya, ada fakta yang cukup membangun dari pelajaran akuisisi bahasa anak yang secara normal dan di dalam berlangsung produksinya. Produksi, nyatanya tidak pernah perlu terjadi. Lenneberg (1962) menggambarkan suatu kasus dari penyakit disentri pada anak usia 8 tahun yang tidak pernah berbicara, tetapi bisa mengerti bahasa Inggris dengan baik. Lenneberg mencatat bahwa :
Suatu kesamaan phenomena dalam banyak bentuk yang lebih renik yang benar-benar umum. Memahami secara normal ucapan-ucapan berbicara dengan beberapa minggu atau bulan perbedaannya akan terus meningkat dalam berbagai bentuk perkembangan ucapan yang tak tepat dan sangat baik diilustrasikan oleh anak kecil yang mempunyai struktur tak normal dalam oral cavity atau pharynxnya dan yang memproduksi ucapan-ucapan yang tak bisa dipahami bertahun-tahun-kadang-kadang seumur hidup-tanpa sedikitpun memahami gerak tubuhnya. Anak-anak yang bisu juga belajar untuk memahami bahasa dalam kemampuan vocal yang ada…bagaimanapun tak ada bukti jelas berbicara pernah hadir dalam keberadaan pemahaman.
Bukan berarti bahwa berbicara tak penting untuk dilatih, dan mungkin ini sebuah kasus bahwa berbicara mungkin secara langsung mendorong akuisisi bahasa. Apa yang mungkin menjadi kasusnya adalah bahwa berbicara mendukung percakapan dan mendukung pula akuisisi intakenya. “Eavesdropping”(Schumann and Schumann, 1977) meyiapkan akuisisi dengan sejumlah intake, tetapi percakapan nyata yang mana setidaknya si pemeroleh memiliki setidaknya beberapa controh dari topic dan yang mana teman percakapan si pemeroleh membuat usaha untuk membuat dirinya paham sendiri dengan menyiapkan banyak intake.
Kita kembali pada aturan pada output dibawah :

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar